Harga minyak melonjak ke level tertinggi sejak 2008 pada Senin (7/3/2022) setelah Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan Washington dan sekutu Eropa sedang mempertimbangkan untuk melarang impor minyak Rusia.
"Sangat jelas bahwa penolakan terhadap minyak Rusia akan menyebabkan konsekuensi bencana bagi pasar global," kata Wakil Perdana Menteri Rusia Alexander Novak dalam sebuah pernyataan di televisi pemerintah.
"Lonjakan harga tidak dapat diprediksi. Itu akan menjadi 300 dolar AS per barel jika tidak lebih."
Novak mengatakan Eropa akan membutuhkan lebih dari satu tahun untuk mengganti volume minyak yang diterimanya dari Rusia dan harus membayar harga yang jauh lebih tinggi.
"Politisi Eropa perlu secara jujur memperingatkan warga dan konsumen mereka tentang apa yang diharapkan," kata Novak.
"Jika Anda ingin menolak pasokan energi dari Rusia, silakan. Kami siap untuk itu. Kami tahu ke mana kami bisa mengarahkan volume."
Novak mengatakan Rusia, yang memasok 40 persen gas Eropa, memenuhi kewajibannya secara penuh tetapi sepenuhnya berhak membalas Uni Eropa setelah Jerman bulan lalu membekukan sertifikasi pipa gas Nord Stream 2.
"Sehubungan dengan ... pengenaan larangan Nord Stream 2, kami memiliki hak untuk mengambil keputusan yang cocok dan memberlakukan embargo pada pemompaan gas melalui pipa gas Nord Stream 1," kata Novak.
"Sejauh ini kami tidak mengambil keputusan seperti itu," katanya. "Tetapi politisi Eropa dengan pernyataan dan tuduhan mereka terhadap Rusia mendorong kami ke arah itu."
Baca juga: Harga minyak melonjak saat Barat bahas larangan impor minyak Rusia
Pewarta: Apep Suhendar
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2022