• Beranda
  • Berita
  • Pengamat: Kenaikan harga energi fosil jadi momentum dorong potensi EBT

Pengamat: Kenaikan harga energi fosil jadi momentum dorong potensi EBT

8 Maret 2022 09:50 WIB
Pengamat: Kenaikan harga energi fosil jadi momentum dorong potensi EBT
Ilustrasi - Pengeboran minyak yang merupakan sumber energi fosil. Hal semacam ini perlu dikurangi guna meningkatkan bauran energi baru & terbarukan. ANTARA/en.wikipedia.org

Indonesia memiliki sumber daya energi baru terbarukan yang melimpah dan beragam, tetapi belum memiliki teknologi untuk memaksimalkan potensi-potensi tersebut

Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi mengatakan kenaikan harga energi fosil menjadi momentum bagi Indonesia untuk mendorong potensi energi baru terbarukan (EBT).

"Salah satu masalah dalam pengembangan EBT di Indonesia adalah harganya lebih mahal ketimbang energi fosil. Meroketnya harga energi fosil harus dijadikan momentum mendorong potensi EBT," ujarnya kepada Antara di Jakarta, Selasa.

Fahmy menjelaskan berbagai upaya untuk mendorong pengembangan potensi energi bersih meliputi pembuatan undang-undang dan aturan yang diperlukan, infrastruktur, dan pemberian insentif fiskal bukan insentif tarif.

Berbagai upaya itu dibutuhkan untuk menciptakan iklim investasi energi bersih yang kondusif, sehingga menarik minat investor untuk mempercepat investasi di sektor energi baru terbarukan.

Lebih lanjut ia menyampaikan bahwa Indonesia memiliki sumber daya energi baru terbarukan yang melimpah dan beragam, tetapi belum memiliki teknologi untuk memaksimalkan potensi-potensi tersebut.

"Pengembangan EBT harus menggandeng investor asing yang memiliki teknologi," ujar Fahmy.
Baca juga: G20, mendorong transisi energi dari daerah lumbung energi untuk dunia
Baca juga: Berkat teknologi, harga listrik EBT kian murah ketimbang fosil



Pandemi COVID-19 ditambah ketegangan geopolitik antara Rusia dengan Ukraina membuat harga energi fosil, seperti batu bara, minyak mentah, dan gas alam menyentuh angka tertinggi.

Minyak mentah Brent yang menjadi patokan dunia sempat menyentuh angka 139 dolar AS per barel menyentuh level tertinggi sejak 2008 silam. Hal itu akibat respon dari rencana Amerika Serikat dan sekutunya yang ingin melarang impor minyak Rusia.

Sementara itu, gas Eropa acuan Belanda mencapai rekor tertinggi dalam sejarah di harga 345 euro per megawatt jam. Kenaikan harga gas itu dipicu sanksi internasional untuk Rusia yang menimbulkan kekhawatiran pasar akan terhambatnya pasokan karena gas alam merupakan sumber energi penting di Eropa.

Adapun harga komoditas batu bara saat ini masih bertahan di atas level 400 dolar AS per ton. Sanksi ekonomi terhadap Rusia berupa pembatasan akses ke pelabuhan-pelabuhan Eropa telah memicu serbuan perusahaan-perusahaan di Asia dan Eropa untuk mencari pemasok alternatif, seperti Australia.

Perang telah menciptakan krisis energi dunia dan memperburuk kekhawatiran pasar atas pasokan energi fosil. Posisi Indonesia sebagai negara importir terutama untuk minyak dan elpiji dapat menekan APBN.

Kementerian ESDM menyatakan setiap kenaikan satu dolar AS per barel berdampak kepada kenaikan subsidi elpiji sekitar Rp1,47 triliun, subsidi minyak tanah sekitar Rp49 miliar, dan beban kompensasi BBM lebih dari Rp2,65 triliun. Dalam postur APBN 2022, nilai subsidi BBM dan elpiji tiga kilogram mencapai Rp77,5 triliun.
Baca juga: Emil Salim dorong transisi ke energi bersih hadapi perubahan iklim
Baca juga: Harga batu bara acuan Maret 2022 sentuh level 203,69 dolar AS per ton

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2022