"Penggunaan media sosial turut andil untuk mengungkap berbagai kasus kekerasan pada perempuan," kata Menteri Bintang dalam webinar bertajuk "Lawan Tabu, Perempuan Berani Bersuara" yang diikuti di Jakarta, Selasa.
Dari data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simponi-PPA), selama tahun 2019-2021, terjadi peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan maupun anak yang dilaporkan.
Baca juga: Women's Day, buruh gelar aksi di Gedung Parlemen
Menurut dia, tren meningkatnya pelaporan kasus ini, artinya masyarakat mulai berani untuk melapor.
Dalam momentum peringatan Hari Perempuan Internasional ini, Menteri Bintang meminta para mahasiswa untuk berani melawan kekerasan terhadap perempuan.
"Agar semakin memperkuat semangat perjuangan kita semua, terutama para mahasiswa untuk berani melawan kekerasan terhadap perempuan demi terciptanya Indonesia dan dunia yang maju dan setara," pesannya.
Pada Desember 2021, Kementerian PPPA merilis Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2021. Dari survei tersebut, prevalensi kekerasan fisik dan atau seksual yang dilakukan pasangan dan selain pasangan tahun 2021 dialami oleh 26,1 persen perempuan atau 1 dari 4 perempuan usia 15 - 64 tahun selama hidupnya.
Baca juga: Menlu: Perempuan harus menjadi pejuang kesetaraan gender
Baca juga: Google ajak perempuan Indonesia berani tunjukkan jati diri
"Meskipun mengalami penurunan prevalensi kekerasan, angka kekerasan terhadap perempuan dan anak masih sangat memprihatinkan," imbuhnya.
Sementara Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2021, menggambarkan bahwa anak perempuan lebih banyak mengalami satu jenis kekerasan atau lebih sepanjang hidupnya dibandingkan dengan anak laki-laki.
"Data ini sekaligus mengingatkan kita bahwa perjalanan kita (melawan kekerasan) masih panjang," kata Bintang.
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022