"Di dalam posisi sebagai perempuan, terutama saat dia dipilih di suatu posisi, dimana challenge itu, kalau seperti saya sebagai Menkeu adalah kombinasi antara internal challenge yang meliputi how to make organzation works, to have this leadership," kata wanita yang akrab disapa Ani tersebut dalam diskusi daring, Selasa.
Ia berbagi, ketika pertama kali ditunjuk untuk menjadi bendahara negara, ia merupakan seorang wanita yang dari segi usia pun cenderung lebih muda. Hal tersebut mungkin membuatnya dipandang sebelah mata karena usia dan gendernya.
"And how we should break that barrier, adalah menciptakan leadership yang efektif regardless usia dan gender, itu menjadi tantangan pertama," kata Menkeu.
Baca juga: Blibli dukung perempuan Indonesia lewat "Be the Original You"
Menteri Ani juga menyinggung soal perempuan yang harus selalu dihadapkan dengan pilihan antara dirinya dan keluarga, serta karier. Ia mengatakan, perempuan memiliki banyak peran sebagai seorang ibu, namun, di sisi lain, juga banyak perempuan yang ingin meniti karier lebih jauh.
"Dalam konteks ini di seluruh dunia, biasanya perempuan mengalami drop out (dari pekerjaan), karena harus memilih (antara karier dan keluarga)... Ini adalah ujian yang sangat sulit untuk perempuan, dan tidak semuanya bisa mengatasi, dan terpaksa untuk give up one another," kata dia.
"Keharusan" perempuan untuk memilih tersebut biasanya hadir ketika mereka sudah memasuki usia untuk membangun sebuah keluarga. Menkeu mengatakan, keharusan untuk memilih ini membuat perempuan kebanyakan untuk keluar dari pekerjaan demi keluarga.
"Itu membuat tidak level playing field. Kalau laki-laki, they don't have to choose, seolah-olah itu adalah natural buat mereka. Tapi, untuk perempuan, itu menjadi choice, bahkan trade off. Nah, ini membuat level play fieldnya tidak seimbang," kata dia.
"Seakan-akan ini alamiah bagi perempuan untuk drop out. Namun, ketika mereka melihat wanita pemimpin seperti Ibu Ira (Noviarti, Presiden Direktur PT Unilever Indonesia), Ambassador Penny (Williams, Duta Besar Australia untuk Indonesia), dan saya, mereka melihatnya sebagai exception, bukan sebagai norm. (Cara pandang) Itu harus diubah bersama," imbuhnya.
Ia menyarankan, institusi, organisasi, perusahaan dan masyarakat harus memberikan lebih banyak level playing field yang tidak jauh berbeda, sehingga pilihan perempuan yang ingin meniti karier bisa lebih mudah.
"Mereka bisa memberikan banyak sekali kontribusi. Di organisasi dengan tim yang diverse, maka akan memberikan better quality of decision untuk instutusinya. Memang, saat ini masih banyak PR (pekerjaan rumah), but that's not impossible," kata Menteri Ani.
Baca juga: Bappenas: Indeks inklusivitas terhadap kesetaraan gender masih rendah
Baca juga: BUMN: Milenial dan perempuan menjadi direksi tidak harus pensiun
Baca juga: Jumlah Perempuan Pegiat Usaha Lokal di Tokopedia naik 2,5 Kali lipat
Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2022