"Di Aceh ada 23 kabupaten/kota, tapi baru 40 yang ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda Indonesia. Padahal di Aceh banyak yang bisa diangkat karena punya sejarah panjang," kata Direktur Perlindungan Kebudayaan Ditjen Kebudayaan Kemdikbudristek RI Irini Dewi Wanti, di Banda Aceh, Selasa.
Pernyataan ini disampaikan Irini Dewi Wanti di sela-sela pelaksanaan lokakarya (workshop) pengembangan dan pemanfaatan objek pemajuan kebudayaan provinsi Aceh, di Banda Aceh.
Irini mengatakan Aceh memiliki sejarah yang cukup panjang mulai dari masuknya islam ke Aceh hingga nusantara, kemudian dibarengi dengan budaya yang intangible (aset tak berwujud) yang sangat kaya di Aceh.
Baca juga: Ketua DPD harap penetapan 289 WBTb tak sekedar seremonial
Baca juga: 11 Warisan Budaya Tak Benda Sultra masuk dalam label nasional
"Jadi kalau bicara seberapa banyak yang mungkin kita urus, atau yang diangkat warisan budaya tak bendanya serta cagar budaya dari Aceh, itu sangat banyak sekali," ujarnya.
Irini juga mempertanyakan kenapa daerah dengan sejarah panjang baru ada 40 yang ditetapkan sebagai WBTB Indonesia. Artinya, ke depan perlu kerja keras dari semua pihak di Aceh.
Irini menyarankan Pemerintah Aceh, kabupaten/kota serta berbagai komunitas harus melakukan pencatatan untuk mendorong lebih banyak kebudayaan Aceh yang ditetapkan WBTB Indonesia
"Harus kerja keras, ini baru warisan budaya tak benda, bagaimana dengan cagar budayanya, itu juga harus dilakukan penetapan. Jadi masih banyak sekali PR (pekerjaan rumah) kita," kata Irini.
Dalam mewujudkan itu, Irini menegaskan harus adanya komitmen dan dukungan dari pemerintah daerah baik dari sisi anggaran maupun sumber daya manusianya yang harus terpenuhi.
"Bicara soal pendataan berarti harus ada SDM-nya, nanti kalau di pengelolaan pemanfaatannya pasti dari segi anggarannya juga harus berpihak," demikian Irini.
Adapun 40 kebudayaan Aceh yang telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda Indonesia yakni tingkat provinsi ada rencong, kupiah riman, remoh Aceh, seudati, rabbani wahid, pinto Aceh, likok pulo, meugang.
Kemudian, rapai geurimphang, rapai pasee, keumamah, laweut, likee, panglima laot, kuah beulangong, peusijuk, keuneunong, rapai bubee, dan kupiah meukutop.
Selanjutnya, dari etnis Gayo ada tari saman, didong, kerawang, bines, pacu kude, guel, keni gayo, gutel, dan sining. Lalu, dari etnis Aneuk Jamee Aceh ada rapai geleng, meracu.
Dari etnis Singkil ada tari dampeng, canai kayu, menakhtahkan hinei. Asal Simeulue ada nandong dan memek. Dari Kluet ada landoq sampot.
Selanjutnya, dari etnis Alas ada kebudayaan payung meusikhat, pesenatken dan pemamanan. Terakhir dari Tamiang ada silat pelintau.*
Baca juga: Sultan HB X: Pewarisan budaya tak benda efektif melalui keluarga
Baca juga: Empat kesenian Bengkulu masuk Warisan Budaya Tak Benda
Pewarta: Rahmat Fajri
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022