"Gangguan ginjal pada usia yang sangat muda biasanya terkait dengan penyakit bawaan. Tetapi pada usia yang lebih besar misalnya usia sekolah dasar yang paling banyak kami jumpai adalah glomerulonefritis (GN)," kata dia dalam sebuah konferensi pers virtual, Rabu.
Baca juga: Tes urine dianjurkan untuk deteksi dini masalah ginjal
Glomerulonefritis merupakan suatu gangguan ginjal yang disebabkan karena reaksi radang pada ginjal. Penyebabnya dapat berbagai macam antara lain karena didahului infeksi, faktor keturunan, paparan dengan sesuatu dari lingkungan dan lainnya.
Penyakit ginjal juga dikaitkan dengan gaya hidup tak sehat sehingga memunculkan penyakit seperti hipertensi, diabetes dan obesitas sebagai penyumbang terbesar pada terjadinya gagal ginjal. Gaya hidup tak sehat ini mencakup kebiasaan merokok, kurang aktif bergerak, diet tinggi gula, garam dan lemak, kemudian stres dan kurangnya waktu beristirahat.
"Gaya hidup merupakan faktor risiko penyakit ginjal kronik (PGK) memang tinggi di masyarakat. Hipertensi didapatkan 34,1 persen, diabetes 10,9 persen dan obesitas 21,8 persen. Angka merokok juga tinggi 28,8 persen, ini faktor risiko PGK," kata Aida.
Baca juga: Bukan obat, tapi penyakit hipertensi dan diabetes yang merusak ginjal
Pada awal perjalanan penyakit PGK umumnya tidak ada gejala, berbagai keluhan baru dirasakan bila penyakit sudah lanjut. Di Indonesia, prevalensi PGK semakin meningkat setiap tahun. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan tahun 2018, prevalensi PGK yakni 0,38 persen atau naik hampir dua kali lipat dibandingkan tahun 2013 yang tercatat 0,2 persen. Sementara itu, data registri Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) pada tahun 2006 menunjukkan, prevalensi PGK bahkan sudah mencapai 12,5 persen.
Menurut Aida, kemungkinan kurangnya pengetahuan mengenai kesehatan ginjal menjadi salah satu penyebab kenapa pada umumnya pasien sering terlambat berobat dan sering datang dalam kondisi yang sudah lanjut. Padahal, gangguan ginjal dapat dicegah dengan mengendalikan faktor risiko, diagnosis dini dan tatalaksana yang optimal agar pasien tidak sampai mengalami gagal ginjal.
"Rendahnya pengetahuan dan rendahnya literasi kesehatan di masyarakat turut berperan terhadap tingginya angka penyakit ginjal karena tidak mengetahui bagamana kesehatan ginjalnya," ujar Aida.
Menurut dia, literasi kesehatan pada semua kalangan menjadi kunci yang dapat meningkatkan kewaspadaan kesehatan ginjal dan keberhasilan program kesehatan pemerintah.
Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI), Tony Richard Samosir, sependapat dengan Aida terkait pola hidup tak sehat sehingga memunculkan penyakit hipertensi dan diabetes menjadi penyumbang gangguan pada ginjal termasuk PGK .
"Itu semua karena pola hidup yang kurang baik di usia muda artinya konsumsi garam, lemak yang berlebihan sehingga kelebihan berat badan yang juga mengakibatkan memiliki hipertensi lalu ke dokter dan tidak meminum obat secara rutin. Obatnya habis, tidak memeriksakan kesehatan lanjutan," kata dia.
Di sisi lain, menurut dia, rendahnya edukasi pada masyarakat, tidak disiplin pengobatan menyebabkan timbulnya gejala penyakit ginjal kronik.
"Seperti saya di usia 26 tahun mengalami gagal ginjal stadium akhir karena hipertensi yang tidak terkontrol," demikian kata Tony.
Baca juga: Kemenkes paparkan delapan langkah mencegah penyakit ginjal
Baca juga: Konsumsi protein berlebih bisa bahayakan ginjal
Baca juga: Mahasiswa UGM kembangkan formula penghambat penyakit ginjal dari jahe
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2022