• Beranda
  • Berita
  • Bank Dunia: Inflasi terkait perang Ukraina bisa picu protes, kerusuhan

Bank Dunia: Inflasi terkait perang Ukraina bisa picu protes, kerusuhan

10 Maret 2022 09:54 WIB
Bank Dunia: Inflasi terkait perang Ukraina bisa picu protes, kerusuhan
Orang-orang melarikan diri di dekat jembatan yang hancur untuk menyeberangi Sungai Irpin saat invasi Rusia ke Ukraina berlanjut, di Irpin di luar Kyiv, Ukraina, Rabu (9/3/2022). ANTARA/REUTERS/Mikhail Palinchak/am.
Lonjakan harga-harga energi dan pangan yang dipicu oleh invasi Rusia ke Ukraina dapat memperburuk masalah keamanan pangan yang ada di Timur Tengah dan Afrika, dan dapat memicu meningkatnya kerusuhan sosial, kata kepala ekonom Bank Dunia Carmen Reinhart.

Jerman akan menjadi tuan rumah pertemuan virtual para menteri pertanian dari negara-negara maju Kelompok Tujuh (G7) pada Jumat (11/3/2022) untuk membahas dampak invasi di tengah meningkatnya kekhawatiran tentang menstabilkan pasar-pasar pangan.

"Akan ada konsekuensi penting bagi Timur Tengah, untuk Afrika, Afrika Utara dan Afrika sub-Sahara, khususnya," yang telah mengalami kerawanan pangan, kata Reinhart kepada Reuters dalam sebuah wawancara.

"Saya tidak ingin menjadi melodramatis, tetapi tidak terlalu jauh bahwa kerawanan pangan dan kerusuhan adalah bagian dari cerita di balik Musim Semi Arab," katanya. Ia menambahkan bahwa kudeta yang berhasil dan tidak berhasil telah meningkat selama dua tahun terakhir.

Musim Semi Arab mengacu pada serangkaian protes dan pemberontakan pro-demokrasi yang terjadi di Timur Tengah dan Afrika Utara mulai tahun 2010, dimulai di Tunisia dan menyebar ke lima negara lain yaitu Libya, Mesir, Yaman, Suriah, dan Bahrain.

Lonjakan harga-harga pangan secara tiba-tiba dapat menyebabkan keresahan sosial, seperti yang terjadi pada 2007-2008 dan lagi pada 2011, ketika kenaikan harga-harga pangan global dikaitkan dengan kerusuhan di lebih dari 40 negara.

Komoditas-komoditas pertanian sudah 35 persen lebih tinggi pada Januari, dibandingkan dengan setahun lalu, dan diperkirakan akan meningkat lebih lanjut karena perang Rusia dan Ukraina yang keduanya pengekspor utama gandum, jagung, barley dan minyak bunga matahari, kutip laporan Bank Dunia bulan lalu, beberapa hari setelah invasi Rusia dimulai. Moskow menyebut tindakannya di Ukraina sebagai "operasi khusus".

Lonjakan harga-harga energi dan pangan juga dapat mendorong pembuat kebijakan untuk menerapkan lebih banyak subsidi, kata para ahli, menambah utang besar banyak negara berpenghasilan rendah, dimana sekitar 60 persen di antaranya sudah atau hampir mengalami kesulitan utang.

Bank Dunia bulan lalu memperingatkan dampaknya bisa sangat keras di Timur Tengah dan Afrika Utara, dimana negara-negara seperti Mesir mengimpor hingga 80 persen gandum mereka dari Ukraina dan Rusia. Mozambik juga merupakan importir besar gandum dan minyak.

Reinhart mengatakan negara-negara Asia Tengah juga menghadapi tantangan ekonomi yang signifikan, mengingat hubungan ekonomi dan perdagangan yang erat dengan Rusia, yang diperkirakan Dana Moneter Internasional (IMF) akan mengarah ke resesi tahun ini sebagai akibat dari sanksi Barat.

"Ini memukul mata uang mereka, dan sudah ada tanda-tanda penarikan di bank-bank, masalah kepercayaan, ditambah dengan kerawanan pangan, dan (penurunan) pengiriman uang," katanya, menyinggung potensi arus pengungsi sebagai komplikasi lebih lanjut.

Baca juga: OJK: Konflik Rusia-Ukraina berpotensi naikkan harga pangan nasional
Baca juga: Harga minyak melonjak karena AS larang impor minyak mentah Rusia
Baca juga: Emas tembus 2.000 dolar, kekhawatiran Ukraina, risiko inflasi melonjak

Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2022