"Yang dapat dikaji, sejauh mana telah memberikan kontribusi bagi kemajuan bangsa atau jangan-jangan malah memiliki efek negatif yang lebih besar dibandingkan pemilihan melalui sistem perwakilan yang telah dilakukan jauh sebelum reformasi. Kajian bisa berpijak pada sila keempat Pancasila, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan." kata Bamsoet, sapaan Bambang Soesatyo dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.
Ia menyampaikan hal tersebut saat membuka kegiatan simposium demokrasi yang diselenggarakan Prodewa, di Jakarta, Kamis.
Untuk diketahui, Prodewa merupakan perkumpulan yang berpartisipasi aktif dalam bidang demokrasi di Indonesia, seperti mewujudkan pemilu yang demokratis dan berkeadilan serta memberikan rekomendasi terkait dengan persoalan kebijakan publik.
Baca juga: Ketua MPR harap Poros Maritim Dunia segera terwujud
Lebih lanjut, Bamsoet mengatakan salah satu rujukan untuk mengukur implementasi dan menilai kualitas demokrasi di Indonesia adalah nilai indeks demokrasi, baik yang melalui penilaian nasional oleh Badan Pusat Statistik (BPS) maupun penilaian global oleh The Economist Intelligence Unit.
Ia menjelaskan penilaian indeks demokrasi oleh BPS didasarkan pada tiga aspek, yaitu kebebasan sipil, hak-hak politik, dan lembaga demokrasi.
Sementara itu, penilaian indeks demokrasi oleh The Economist Intelligence Unit didasarkan pada lima instrumen, yaitu proses pemilu dan pluralisme, fungsi pemerintah, partisipasi politik, serta budaya politik dan kebebasan sipil.
Sejauh ini, kata Bamsoet, jika merujuk data BPS, nilai indeks demokrasi Indonesia sejak tahun 2009 sampai 2020 telah mengalami empat kali penurunan, yaitu pada 2010, 2012, 2015, dan 2016. Lalu, ada peningkatan pada tahun 2020 di mana nilai indeks demokrasi Indonesia mencapai 74,92, sedangkan pada 2019 sebesar 72,39.
"Sebagai data pembanding, merujuk pada laporan terbaru dari The Economist Intelligence Unit yang dipublikasikan pada awal Februari 2022, indeks demokrasi Indonesia pada tahun 2021 menempati urutan ke-52 dari 167 negara, yaitu dengan nilai 6,71 (pada skala 0 sampai 10)," tambah Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini mengatakan, berdasarkan data The Economist Intelligence Unit tersebut, di satu sisi, bangsa Indonesia patut berbangga bahwa capaian indeks demokrasi pada tahun 2021 meningkat dibandingkan tahun 2020.
Saat tahun 2020, kata Bamsoet, The Economist Intelligence Unit mencatat indeks demokrasi Indonesia berada di peringkat 64 dunia dengan nilai sebesar 6,30. Ia menyampaikan nilai tersebut merupakan skor terendah Indonesia sejak The Economist Intelligence Unit mulai menyusun indeks demokrasi pada tahun 2006.
"Namun di sisi lain, peningkatan indeks tersebut masih belum mampu mengeluarkan posisi Indonesia dari kategori demokrasi tidak sempurna atau cacat," kata Bamsoet.
Oleh karena itu, dia mendorong segenap bangsa Indonesia untuk menyikapi berbagai data indeks demokrasi dengan mawas diri.
Menurut Bamsoet, implementasi nilai-nilai demokrasi di Indonesia adalah proses yang sedang berjalan dan masih dalam taraf pengembangan serta penguatan.
"Namun, kita tidak boleh berkecil hati karena berdemokrasi adalah suatu proses yang dinamis dan selalu ada ruang dan peluang untuk memperbaikinya," ujar Bamsoet.
Baca juga: Wakil Ketua MPR: Konstitusi jadi pegangan sikapi konflik Rusia-Ukraina
Baca juga: Wakil Ketua MPR libatkan pakar dirikan SMK pariwisata
Baca juga: Polri komit ciptakan iklim investasi aman dan kondusif
Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2022