"Lebih dari 80 persen publik menolak penundaan Pemilu dan menginginkan agar tetap diselenggarakan pada 2024," kata Direktur Eksekutif Y-Publica Rudi Hartono dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.
Dia mengatakan usulan penundaan Pemilu Serentak 2024 sesungguhnya bukan hanya dilontarkan oleh sejumlah politikus.
Sebelumnya, menurut dia, Menteri Investasi Bahlil Lahaladia mengatakan ada aspirasi dari kalangan pengusaha yang berharap Pemilu Serentak 2024 ditunda demi pemulihan ekonomi nasional pascapandemi COVID-19.
Desakan penundaan pemilu tersebut berkelindan dengan gagasan untuk memperpanjang masa jabatan presiden menjadi tiga periode dan Presiden Jokowi telah menolak tegas usulan tersebut.
"Pembatasan masa jabatan presiden maksimal dua periode merupakan amanat reformasi. Setelah diamandemen, konstitusi mengatur dengan jelas agar proses transisi kekuasaan berjalan secara demokratis," jelas Rudi.
Hasilnya, demokrasi di Indonesia berjalan semakin matang. Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudohoyono (SBY) mematuhi konstitusi setelah memimpin selama dua periode, yang kemudian digantikan oleh Presiden Jokowi, yang kini juga memasuki periode kedua, katanya.
Oleh karena itu, apa pun yang menjadi pilihan rakyat harus berjalan dalam koridor demokrasi, termasuk amandemen konstitusi.
Dalam hasil survei tersebut, sebanyak 12,9 persen dari seluruh responden merasa tidak keberatan dengan pengubahan jadwal Pemilu Serentak 2024, sementara sisanya sebanyak 5,6 persen menyatakan tidak tahu atau tidak menjawab.
Survei Y-Publica dilakukan pada 24 Februari-4 Maret 2022 dengan melibatkan 1.200 responden yang dipilih secara multistage random sampling.
Survei dilakukan melalui wawancara tatap muka, dengan margin of error sekitar 2,89 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.
Baca juga: Jimly Asshiddiqie yakin tidak ada penundaan Pemilu 2024
Baca juga: Gus Jazil: PKB tidak agresif soal usulan penundaan pemilu
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022