"Kami sangat sadar terkait pelibatan publik, namun harus dilaksanakan secara bermakna, bukan sekadar formalitas. Artinya memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk melakukan kajian naskah akademik tentang RUU Sisdiknas," kata Anindito dalam Dialog RUU Sisdiknas yang diselenggarakan Biro Kerja sama dan Humas Kemendikbudristek di Jakarta, Jumat.
Ia lebih lanjut mengatakan uji publik terbatas sudah dilakukan beberapa kali untuk meminta masukan dari berbagai perwakilan organisasi pemangku kepentingan pendidikan maupun individu untuk menyempurnakan draf naskah akademik dan RUU.
Anindito mengatakan setelah serangkaian uji publik terbatas pada tahap pertama, saat ini tim sedang memproses masukan dari puluhan organisasi dan individu karena memang dibutuhkan waktu.
"Ada masukan antara satu pihak dengan pihak lain belum cocok. Jadi, tim masih membahas dan mencermati semua masukan untuk menghasilkan draf hasil revisi. Ini masih draf pertama untuk menghasilkan draf kedua. Tidak ada ketergesa-gesaan karena setelah ini akan ada dialog publik selanjutnya," katanya.
Materi Rancangan Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) yang sedang disiapkan pemerintah nantinya akan menggabungkan tiga undang-undang terkait pendidikan, sekaligus menghapus UU No 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, UU No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan UU No 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Lebih lanjut Anindito mengatakan RUU Sisdiknas nantinya akan memangkas aturan-aturan tumpang tindih dan ketentuan-ketentuan yang dirasa tidak perlu diikat dalam undang-undang karena terlalu spesifik dan teknis. "Cukup diatur dalam produk hukum turunannya, seperti peraturan pemerintah," katanya.
Terkait guru ia mencontohkan soal kewajiban guru mengajar 24 jam tatap muka per minggu. "Apakah masih relevan untuk kondisi saat ini karena pandemi telah mengubah tatap muka menjadi pembelajaran jarak jauh. Selain itu, kewajiban guru tatap muka tidak bisa disamakan antara guru di daerah dengan di kota-kota besar," katanya.
Ia menambahkan ada bentuk-bentuk nomenklatur atau nama-nama satuan pendidikan, nama-nama pendidik, yang dikunci di undang-undang sehingga tidak fleksibel. "Akibatnya, kalau ada perkembangan zaman dan teknologi, atau kejadian tidak terduga seperti pandemi, hal teknis tidak bisa segera disesuaikan di lapangan, padahal perlu disesuaikan," ujarnya.
Anindito mengatakan RUU Sisdiknas nantinya hanya mengatur hal-hal fundamental dan prinsip, sedangkan soal teknis diatur pada level peraturan pemerintah atau peraturan menteri.
Ia lebih lanjut mengatakan pihaknya berharap RUU Sisidiknas bisa selesai tahun 2023 karena mengatur banyak hal, kami memulai prosesnya dari sekarang.
"Kami punya target untuk memasukkan usulan naskah akademik dan RUU pada Komisi X DPR bulan Maret-April agar bisa diproses oleh badan legislatif. Nanti, prosesnya akan tandem antara pemerintah dan DPR," katanya.
Pewarta: Zita Meirina
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2022