Pemerintah Amerika Serikat (AS) akan mencabut status perdagangan "negara yang paling disukai" (most-favored nation) yang dipegang Rusia di tengah krisis Ukraina, demikian disampaikan Gedung Putih pada Jumat (11/3).- Para pemimpin Uni Eropa sepakat untuk menjatuhkan sanksi baru terhadap Rusia dalam pertemuan informal di Versailles, Prancis.
Disebutkan pula bahwa Gedung Putih menambahkan bahwa pihaknya akan bekerja sama dengan negara-negara Kelompok Tujuh (Group of Seven/G7) dan Uni Eropa (UE) untuk mengeluarkan sanksi baru.
Presiden AS Joe Biden dan para pemimpin G7 lainnya "akan mengumumkan langkah ekonomi baru" untuk "semakin mengisolasi Rusia dari sistem keuangan global," kata Gedung Putih dalam sebuah pernyataan.
Sanksi tersebut dijatuhkan menyusul embargo energi terhadap Rusia yang diumumkan oleh Washington pada Selasa (8/3), di antara serangkaian langkah terhadap Rusia terkait krisis Ukraina, meskipun para analis telah memperingatkan kemungkinan konsekuensi dan efek limpahan yang sangat besar.
Pada hari yang sama, para pemimpin UE sepakat menjatuhkan sanksi baru terhadap Rusia dalam pertemuan informal di Versailles, Prancis.
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengatakan sanksi-sanksi baru itu bertujuan untuk semakin mengisolasi Rusia dari sistem ekonomi global. Dia juga mengumumkan rencana untuk menemukan alternatif bahan bakar Rusia per 2027 mendatang guna mengurangi ketergantungan UE pada Rusia.
"Ada hukum konsekuensi yang tidak disengaja," kata Presiden Dewan Bisnis AS-China Craig Allen kepada Xinhua sebelumnya pada pekan ini, mengomentari potensi dampak ekonomi dari sanksi Barat terhadap Rusia.
"Apa yang ingin Anda lakukan mungkin adalah menghukum Rusia, tetapi ada konsekuensi yang tidak disengaja untuk setiap tindakan. Dan masih terlalu dini untuk mengatakan apa konsekuensi yang tidak disengaja dari hal ini," kata Allen.
Pewarta: Xinhua
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2022