Ketua Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme Majelis Ulama Indonesia (BPET MUI) Muhamad Syauqillah mengatakan, dalam konteks memperkuat moderasi beragama, pihaknya mendorong MUI memperbarui fatwa dengan memuat hukum bagi umat Muslim yang mengingkari konsensus nasional.
“Untuk penguatan moderasi beragama, BPET MUI menyodorkan pembaruan fatwa. Kami melihat upaya mencari solusi, deradikalisasi, dan pencegahan (terorisme) harus sampai pada persoalan hulu, yakni ideologi. Salah satu yang kami coba dorong adalah bagaimana hukum seorang Muslim, karena ini fatwa mengikat umat Islam, hukumnya mengingkari konsensus nasional kebangsaan kita (Pancasila, Proklamasi, Kemerdekaan, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika). Kami bisa saja merekomendasikan itu haram,” kata Syauqillah.
Ia mengemukakan hal tersebut saat menjadi pembicara dalam webinar nasional Pengurus Besar Ikatan Kekeluargaan Mahasiswa/Pelajar Indonesia (Ikami) Sulawesi Selatan bertajuk “Titik Temu: Moderasi Beragama dan Kebangsaan bagi Kalangan Millenial”, seperti dipantau di Jakarta, Sabtu.
Di samping itu, ujarnya melanjutkan pembaruan fatwa tersebut juga merupakan wujud upaya dalam merespons dinamika organisasi dan tindakan terorisme di Indonesia.
Baca juga: Ketua BPET MUI sepakat dengan BNPT soal ciri-ciri penceramah radikal
Baca juga: Ketua BPET MUI sepakat dengan BNPT soal ciri-ciri penceramah radikal
Lebih lanjut, menurut Syauqillah, fatwa yang ditetapkan MUI sejauh ini, yaitu Fatwa Nomor 3 Tahun 2004 sebatas memuat mengenai keharaman terorisme dalam bentuk bom bunuh diri dan pengertian jihad.
Ia mengatakan belum ada fatwa dari MUI yang memuat hukum bagi Muslim jika mengingkari konsensus nasional.
“Isinya (Fatwa MUI Nomor 3 Tahun 2004), menurut hemat saya, ada dua, yaitu keharaman terorisme dalam bentuk bom bunuh diri dan pengertian jihad. Ini menjadi poin penting dalam fatwa tersebut,” kata Syauqillah.
Pada kesempatan yang sama, Syauqillah mengimbau kepada masyarakat Indonesia, terutama generasi muda, untuk senantiasa mengantisipasi terjerumusnya mereka ke dalam pola rekrutmen organisasi terorisme, baik secara langsung maupun daring melalui propaganda di media sosial.
Baca juga: BPET MUI: 45,5 persen motif aksi teror adalah ideologi agama
Baca juga: Gus Najih: Masyarakat agar lebih selektif memilih pesantren
Baca juga: Gus Najih: Masyarakat agar lebih selektif memilih pesantren
Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2022