• Beranda
  • Berita
  • Kemenkes: 18 juta vaksin kedaluwarsa bukan karena kualitas

Kemenkes: 18 juta vaksin kedaluwarsa bukan karena kualitas

14 Maret 2022 17:30 WIB
Kemenkes: 18 juta vaksin kedaluwarsa bukan karena kualitas
Ilustrasi - Vaksin COVID-19. (ANTARA/HO-Sutterstock).

BPOM melakukan evaluasi yang tadinya 3 bulan. Beberapa jenis vaksin itu bisa diperpanjang 6 bulan dan juga bahkan setelah sekian lama itu bisa menjadi 9 bulan.

Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI Siti Nadia Tarmizi mengatakan pihaknya memperpanjang masa berlaku 18 juta vaksin yang sudah memasuki masa kedaluwarsa per Maret 2022 karena masih berkualitas dan izin edar darurat yang sudah habis.

"Jadi kita sebut sebagai vaksin kedaluwarsa, artinya bukan kedaluwarsa secara kualitas pabrik, tapi karena masa edar penggunaan darurat yang sudah habis," kata Siti Nadia Tarmizi yang dikonfirmasi di Jakarta, Senin.

Nadia mengatakan vaksin COVID-19 merupakan produk baru yang telah melalui tiga tahap uji klinis untuk memperoleh izin edar darurat (Emergency Use Authorization/EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI.

Nadia yang juga menjabat sebagai Sekretaris Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI mengatakan sesuai ketentuan, EUA tidak bisa diberikan dalam jangka waktu panjang sebab memerlukan evaluasi keamanan secara intensif dan berkala oleh BPOM.

Baca juga: Penularan COVID-19 turun, masyarakat mulai abaikan prokes

Baca juga: Kemenkes: Capaian vaksinasi COVID-19 Indonesia urutan lima dunia


Namun, sesuai ketentuan produsen vaksin berdasarkan kontrol internal terhadap kualitas maupun mutu, kata Nadia, ditetapkan masa kedaluwarsa vaksin bisa bertahan sampai 24 bulan.

"Misalnya Sinovac, AstraZeneca di bagian label mencantumkan masa kedaluwarsa sampai 24 bulan. Namanya izin secara cepat dan darurat di Indonesia tidak bisa dikasih lama-lama," katanya.

Pada tahap awal izin penggunaan darurat, kata Nadia, vaksin hanya boleh diedarkan dalam jangka waktu 3 bulan. Tapi dengan semakin bertambahnya jumlah yang mendapatkan vaksin, BPOM dapat melihat dampak efek samping dari keamanannya.

"BPOM melakukan evaluasi yang tadinya 3 bulan. Beberapa jenis vaksin itu bisa diperpanjang 6 bulan dan juga bahkan setelah sekian lama itu bisa menjadi 9 bulan," katanya.

Dikatakan Nadia, BPOM mengevaluasi secara berkala aspek keamanan karena demi mencegah efek samping berbahaya pada penerima manfaat.

Nadia mengatakan proses vaksinasi membutuhkan waktu panjang hingga sampai ke masyarakat sasaran, khususnya di daerah pedesaan.

"Memang harus memberikan vaksinasi dari rumah ke rumah (door to door) karena dari desa atau dari kampung mau ke Puskesmas saja itu butuh waktu 1-2 jam untuk jalan. Vaksin saat dari Puskesmas dikeluarkan dari dalam rantai dingin, 6 jam harus dipakai karena kalau nggak, dia akan dinyatakan kedaluwarsa secara kualitas," katanya.

Pekan kemarin, pemerintah menyatakan memperpanjang masa berlaku sekitar 18 juta vaksin COVID-19.

Jumlah tersebut merupakan sisa dosis vaksin yang belum disuntikkan kepada masyarakat sasaran dan berhasil diurus perpanjangan masa kedaluwarsa oleh BPOM.*

Baca juga: Pemda diminta giat sosialisasi pentingnya vaksin melibatkan tokoh

Baca juga: 684.900 dosis lagi vaksin AstraZeneca tiba di Indonesia

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022