Yayasan Kanker Payudara Indonesia (YKPI) menggandeng Ikatan Kesejahteraan Keluarga TNI (IKKT) Pragati Wira Anggini Cabang BS I BAIS TNI melakukan skrining dan deteksi dini kanker payudara.
“Ini merupakan bentuk komitmen bersama untuk menurunkan kejadian kasus baru kanker payudara stadium lanjut di Tanah Air,” ujar Ketua YKPI, Linda Agum Gumelar, di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan pentingnya informasi tentang skrining dan deteksi dini kanker payudara dengan melakukan pemeriksaan mamografi bagi perempuan usia di atas 40 tahun, selain secara rutin melakukan SADARI dan SADANIS. SADARI adalah pemeriksaan payudara oleh diri sendiri dengan berdiri di depan cermin, SADANIS adalah pemeriksaan payudara klinis, yang artinya dilakukan oleh petugas kesehatan seperti dokter.
“SADARI sangat mudah dilakukan dengan syarat dilakukan dengan cara yang tepat, rutin, disiplin dan bila ada benjolan yang menetap dan tidak sakit segera periksakan ke fasilitas kesehatan terdekat,” katanya.
Kanker payudara stadium lanjut, kata dia, dapat dicegah bila ditemukan dalam stadium awal, namun tidak semua benjolan di payudara adalah kanker.
Ketua IKKT Pragati Wira Anggini Cabang BS I BAIS TNI, Wiwik Joni Supriyanto, menjelaskan saat ini kanker payudara merupakan jenis kanker yang banyak diderita oleh perempuan Indonesia, untuk itu deteksi dini dan diagnosa dini penting.
“Kunci untuk deteksi dini adalah dengan melakukan pemeriksaan mamografi secara teratur terutama wanita berusia 40 tahun ke atas, karena pemeriksaan ini sangat efektif untuk deteksi dini kanker payudara hampir 80 persen hingga 90 persen,” katanya.
Baca juga: Dokter: Kanker payudara juga dapat dialami pria
Kepala Badan Intelijen Strategis TNI selaku Pembina IKKT Pragati Wira Anggini Cabang BS I BAIS TNI, Letnan Jenderal TNI Joni Supriyanto, mengatakan IKKT mitra TNI yang paling dekat dan mempunyai andil besar untuk membantu TNI dalam mengatasi setiap dinamika.
“Saya menyadari betapa berat beban tugas dan tanggung jawab yang diemban oleh ibu-ibu, manakala suami sedang sibuk menjalankan tugas kedinasan, ibu-ibu harus tetap berjuang karena dituntut perannya untuk dapat memberikan motivasi dan dorongan semangat maupun moril kepada suami agar senantiasa dapat melaksanakan tugas dengan baik dan meraih kesuksesan,” kata dia.
Faktor risiko
Ahli bedah onkologi dari Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta, dr Bob Andinata SpB(K) Onk, mengatakan faktor-faktor risiko dari kanker payudara terbagi dua, yakni faktor risiko yang bisa dimodifikasi dan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi.
“Untuk faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi yaitu perempuan, usia di atas 50 tahun, ada riwayat kanker dalam keluarga, menstruasi pada usia kurang dari 12 tahun, dan menopause pada usia di atas 50 tahun,” kata dia.
Faktor risiko yang bisa dimodifikasi meliputi perempuan yang tidak menikah, menikah tapi tidak hamil, tidak memiliki anak, penggunaan kontrasepsi hormonal di atas 10 tahun, hingga obesitas.
Selain itu, penggunaan kontrasepsi hormonal di atas 10 tahun meningkatkan kadar hormon ekstrogen yang memicu kanker payudara. Begitu juga obesitas, juga meningkatkan estrogen.
Oleh karena itu, Bob mengimbau masyarakat untuk rutin melakukan skrining dan deteksi dini kanker payudara.
Baca juga: YKPI luncurkan telementoring ECHO tingkatkan deteksi dini kanker
Baca juga: YKPI: Penanganan pasien kanker terlambat akibat ketakutan dan jarak RS
Pewarta: Indriani
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2022