SPKS bersama dua koperasi lainnya melaporkan PT Wilmar Nabati Indonesia, PT SMART Tbk dan PT Musim Mas kepada KPPU di Jakarta, Selasa, terkait dugaan persaingan usaha tidak sehat pada industri biodiesel.
Koordinator kuasa hukum pelapor Janses E Sihaloho menuturkan beberapa indikasi dugaan persaingan usaha tidak sehat seperti mekanisme penunjukan langsung terhadap jumlah alokasi biodiesel hanya ditujukan kepada para terlapor melalui anak-cucu perusahaan.
Indikasi lain yang disampaikan kuasa hukum adalah adanya peningkatan lahan kelapa sawit milik para terlapor yang melampaui 100 ribu hektar setiap tahun. Menurut Janses, hal tersebut bertentangan dengan UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yakni penguasaan atas produksi dan/atau pemasaran barang yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Janses juga menyayangkan Dana Perkebunan Kelapa Sawit yang dikelola oleh BPDPKS sejak 2015-2019 sebesar Rp47,28 triliun mayoritas dialokasikan bukan untuk kepentingan petani, melainkan industri biodiesel. Dia menyebutkan realisasi anggaran BPDPKS pada 2015-2019 89,86 persen dari total dana atau sebesar Rp30,2 triliun dialokasikan untuk insentif biodiesel.
Perwakilan SPKS Marcelinus Andri mengatakan hampir 90 persen dana BPDPKS untuk biodiesel termasuk disalurkan ke perusahaan terlapor.
"Padahal perkebunan rakyat menguasai 40 persen sawit nasional," kata Marcelinus.
Pihak pelapor berharap agar KPPU dapat menangani laporan secara berkeadilan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Gunawan dari Dewan Nasional SPKS berharap ke depannya kebijakan terkait perkebunan sawit dapat lebih mendukung petani tidak hanya sebagai aktor budidaya, tetapi juga pengelola buah.
Baca juga: KPK kerja sama SPKS mengawal realisasi program pertanian kelapa sawit
Baca juga: SPKS harapkan dana BPDPKS lebih dialokasikan untuk petani sawit
Baca juga: Lemhannas: industri sawit mampu jadi pelopor agrobisnis nasional
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2022