"Geopolitik serta perang di Ukraina menciptakan perlombaan tambahan untuk pemulihan ekonomi," katanya dalam Side Event the 66th Session of the Comission on the Status of Women (CSW66) di Jakarta, Rabu.
Sri Mulyani menjelaskan sejauh ini untuk tekanan dari pandemi COVID-19 yang memasuki tahun ketiga sudah berangsur lebih ringan mengingat tingkat kasusnya mulai menurun.
Pandemi yang menjadi tantangan utama bagi berbagai negara ini sudah melewati puncaknya seiring upaya vaksinasi COVID-19 yang terus diakselerasi.
Baca juga: Sri Mulyani kian andalkan pasar domestik saat terbitkan obligasi
Baca juga: Sri Mulyani harapkan defisit APBN 2022 di bawah target 4,85 persen
Baca juga: Sri Mulyani sebut pendapatan negara tumbuh 20 persen di Februari
Vaksinasi COVID-19 dinilai akan mampu memberikan lebih banyak ketahanan kepada penduduk terutama saat mereka beraktivitas sehingga ekonomi pun mulai pulih.
Pencapaian target minimal 70 persen dari vaksinasi juga diupayakan berbagai negara karena akan memberikan keamanan dan keselamatan yang lebih bagi penduduk untuk aktif dalam kegiatan ekonomi maupun sosial.
"Ini tantangan tapi mudah-mudahan dengan kasus yang sekarang mulai surut ini akan memberikan peluang yang jauh lebih baik bagi semua pihak untuk dapat memulihkan aktivitas terutama perempuan," tutur Sri Mulyani.
Di sisi lain, berbagai negara kini menghadapi risiko tambahan terhadap ekonomi global seperti kenaikan harga komoditas baik energi, bahan tambang, mineral maupun harga pangan terutama akibat geopolitik dan perang antara Ukraina dan Rusia.
Ia menjelaskan tingginya tekanan inflasi terutama yang datang dari komoditas seperti harga energi, harga listrik hingga harga pangan ini akan menjadi ancaman bagi pemulihan terutama pada daya beli rumah tangga.
Hal tersebut yang juga melatarbelakangi International Monetary Fund (IMF) untuk merevisi ke bawah terhadap prospek ekonomi 2022 yakni dari 5,9 persen menjadi hanya 4,4 persen.
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2022