"Hari ini, Muhajir Bahta diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan kasus tindak pidana korupsi proyek pembangunan jalan dalam kota Namrole tahun 2015 untuk tersangka mantan Bupati Buru Selatan Tagop Sudarsono Soulisa (TSS)," kata Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Pemeriksaan tersebut, ujar Ali melanjutkan, dilakukan di Markas Komando Satuan Brimob Polda Maluku.
Selain Muhajir Bahta, KPK juga memanggil sembilan saksi lainnya.
Mereka adalah Wakil Ketua DPRD Kabupaten Buru Selatan dari fraksi Golkar Jamatia Boy, anggota DPRD Kabupaten Buru Selatan Bernardus Wamese, Bendahara Sekretariat Daerah Kabupaten Buru Selatan Aisya Ida, dan mantan Bendahara Sekretariat Daerah Kabupaten Buru Selatan Samsul Bahri Sampulawa.
Berikutnya, ada Inspektur pada Inspektorat Kabupaten Buru Selatan Ismid Thio, Kepala Subbagian Perencana dan Keuangan pada Inspektorat Kabupaten Buru Selatan Japar, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Dinas Kesehatan Buru Selatan periode 2012-2014 Thomas Marulessy, PNS Samuel R Teslatu, dan Panitia Pengadaan atau Kelompok Kerja (Pokja) Lelang Umum Kabupaten Buru Selatan Dankel Saleky.
Baca juga: KPK imbau saksi suap proyek Buru Selatan kooperatif hadiri panggilan
Baca juga: KPK panggil pihak swasta terkait kasus proyek jalan di Buru Selatan
Baca juga: KPK geledah 5 lokasi terkait kasus mantan Bupati Buru Selatan
Sebelumnya pada Rabu (26/1), KPK telah menetapkan tiga tersangka kasus dugaan suap, gratifikasi, serta tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait dengan pengadaan barang dan jasa di Buru Selatan pada tahun 2011-2016.
Mereka adalah Tagop Sudarsono Soulisa (TSS) dan pihak swasta Johny Rynhard Kasman (JRK) sebagai penerima suap, sedangkan pemberi suap, yakni pihak swasta Ivana Kwelju (IK).
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Tagop yang menjabat Bupati Buru Selatan periode 2011-2016 dan 2016-2021 diduga memberikan perhatian lebih untuk berbagai proyek Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Buru Selatan, bahkan sejak awal menjabat.
Perhatian lebih Tagop tersebut di antaranya ialah mengundang secara khusus kepala dinas dan kepala bidang Bina Marga untuk mengetahui daftar dan nilai anggaran paket setiap pekerjaan proyek.
Kemudian, Tagop merekomendasikan dan menentukan secara sepihak terkait dengan rekanan mana saja yang dapat dimenangkan untuk mengerjakan proyek, baik melalui proses lelang maupun penunjukan langsung.
KPK menduga dari penentuan para rekanan itu, Tagop meminta sejumlah uang dalam bentuk "fee" senilai 7 hingga 10 persen dari nilai kontrak pekerjaan.
Khusus untuk proyek dari dana alokasi khusus (DAK), besaran "fee" ditetapkan sekitar 7 sampai 10 persen dan ditambah 8 persen dari nilai kontrak pekerjaan.
Proyek-proyek tersebut adalah pembangunan jalan dalam kota Namrole Tahun 2015 bernilai proyek sebesar Rp3,1 miliar, peningkatan jalan dalam kota Namrole (hotmix) bernilai proyek Rp14,2 miliar, peningkatan jalan ruas Wamsisi-Sp Namrole Modan Mohe (hotmix) bernilai proyek Rp14,2 miliar, serta peningkatan jalan ruas Waemulang-Biloro dengan nilai proyek Rp21,4 miliar.
Atas penerimaan sejumlah "fee" tersebut, Tagop diduga menggunakan orang kepercayaannya bernama Johny untuk menerima sejumlah uang dengan menggunakan rekening bank miliknya. Selanjutnya, uang itu ditransfer ke rekening bank milik Tagop.
KPK pun menduga sebagian dari nilai "fee" yang diterima oleh Tagop sekitar Rp10 miliar diberikan oleh Ivana karena telah dipilih untuk mengerjakan salah satu proyek pekerjaan yang anggarannya bersumber dari dana alokasi khusus pada tahun 2015.
Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2022