Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan migas nonkonvensional diharapkan bisa menjadi pengaman untuk kebutuhan energi nasional jangka panjang.
"Saat ini untuk daerah barat, kami sudah mulai serius melihat migas nonkonvensional," ujarnya dalam acara apresiasi pengelolaan barang milik negara subsektor hulu migas yang digelar Kementerian Keuangan di Jakarta, Selasa.
Indonesia memiliki potensi migas nonkonvensional berupa coal bed methane (CBM) sebanyak 453,30 triliun kaki kubik (TCF) dan shale gas 574 TCF.
Potensi migas nonkonvensional terdapat di beberapa daerah, di antaranya cekungan Sumatra bagian tengah, cekungan Sumatra bagian selatan, dan Kalimantan Selatan.
Dwi mengungkapkan untuk mendapatkan migas nonkonvensional memerlukan perjuangan besar karena pengeboran sumur harus lebih dalam. Kini sudah ada teknologi horizontal drilling atau pengeboran miring untuk memudahkan proses pencarian, namun memerlukan biaya yang tinggi.
Perkembangan teknologi dan biaya produksi menjadi tantangan untuk mendapatkan migas nonkonvensional yang berkualitas tinggi. Tantangan itu dipengaruhi oleh karakter dari migas nonkonvensional yang memiliki permeabilitas rendah dan viskositas yang tinggi.
Saat ini, pemerintah telah memberikan berbagai dukungan melalui kemudahan perizinan hingga berbagai stimulus ekonomi yang mampu merangsang minat pelaku industri hulu migas untuk menjalankan bisnis di Indonesia.
Namun, menurut Dwi ada beberapa hal yang juga masih dibutuhkan para pelaku industri hulu migas, antara lain Undang-Undang Migas yang diharapkan bisa selesai pada tahun ini.
Baca juga: Pemerintah minta KKKS percepat teknologi EOR dan migas nonkonvensional
Baca juga: Pertamina Hulu Rokan garap potensi migas nonkonvensional
Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2022