Menurut keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa, Menteri LHK Siti mengatakan adopsi Pakta Iklim Glasgow dan keputusan lainnya selama Pertemuan Konferensi Para Pihak (COP-26) ke-26 UNFCCC pada 2021 menekankan kebutuhan mendesak untuk meningkatkan upaya pengurangan emisi secara kolektif.
Baca juga: Pertemuan G20 di Yogyakarta bahas isu lingkungan dan perubahan iklim
"Melalui aksi percepatan dan implementasi langkah-langkah mitigasi domestik, serta peran penting untuk melindungi, melestarikan dan memulihkan alam dan ekosistem dalam memberikan manfaat untuk adaptasi dan mitigasi iklim sambil memastikan perlindungan sosial dan lingkungan," kata Siti dalam pembukaan pertemuan Environment Deputies Meeting and Climate Sustainability Working Group (EDM-CSWG) G20 di Yogyakarta, Selasa.
Siti mengatakan Presidensi G20 Indonesia bertujuan untuk menangkap topik-topik mendesak tentang proses dan perkembangan global untuk melakukan tindakan nyata.
Hal itu dilakukan dengan mempertimbangkan warisan dan pekerjaan dari Presidensi G20 sebelumnya pada Pertemuan Deputi Lingkungan dan Kelompok Kerja Keberlanjutan Iklim (EDM-CSWG).
Terkait perubahan iklim dan target iklim Indonesia dalam Nationally Determined Contribution (NDC), dia menjelaskan bahwa Indonesia telah memprakarsai penyerapan bersih atau net sink di sektor kehutanan dan penggunaan lahan lain (FoLU) pada 2030.
Indonesia FoLU Net Sink 2030 terdiri atas strategi dan pendekatan untuk mencapai tingkat penyerapan emisi gas rumah kaca sektor FoLU di Indonesia akan seimbang atau bahkan lebih tinggi dari tingkat emisi.
Sementara, sektor FoLU setelah 2030 ditargetkan untuk lebih menyerap emisi, sehingga ketika dikombinasikan dengan kegiatan pengurangan emisi GRK dari sektor lain akan mencapai emisi karbon netral pada 2060 atau lebih cepat.
Baca juga: Pertemuan EDM-CSWG dimulai susun komitmen G20 atasi perubahan iklim
Baca juga: Presidensi G20 jadi solusi masalah iklim dan ketahanan energi
Dia menuturkan demi mencapai target jangka menengah dan panjang dalam pengurangan emisi tersebut, ekosistem unik memainkan peran penting termasuk ekosistem gambut dan mangrove.
Siti menyoroti dengan total hampir 90 persen lahan gambut dunia dan sekitar 41 persen luas mangrove global dan ekosistem unik yang ada di negara-negara G20.
Hal itu menempatkan G20 pada posisi yang strategis untuk pengendalian perubahan iklim melalui perlindungan dan rehabilitasi gambut dan mangrove.
"1st Environment Deputies Meeting and Climate Sustainability Working Group adalah tonggak G20 pertama melalui upaya bersama kami untuk melindungi lingkungan dan menghadapi perubahan iklim menuju masa depan yang lebih berkelanjutan dan ketahanan iklim. Mari pulih bersama, pulih lebih kuat," kata Siti Nurbaya.
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022