"Tentu upaya-upaya ini dilakukan melalui berbagai kampanye di dunia kerja dan juga berbagai tempat. Kita ingin bersama-sama dengan seluruh komponen masyarakat membangun kembali nilai-nilai dan juga penafsiran-penafsiran terkait pandangan-pandangan untuk break the bias dan membuat penafsiran-penafsiran baru terkait bagaimana mendukung agar perempuan bisa bekerja dan banyak berperan di publik,” kata Indra melalui siaran pers di Jakarta, Jumat.
Menurutnya, bias persepsi terhadap perempuan bekerja faktanya sangat merugikan kelompok perempuan.
"Bias masih banyak terjadi di sekitar kita. Banyak dampak dari bias-bias persepsi terhadap perempuan, salah satunya terjadi banyak kekerasan terhadap perempuan," katanya.
Simfoni PPA Tahun 2021 mencatat ada sekitar 415 kasus kekerasan di tempat kerja yang 233 korban di antaranya perempuan dewasa.
"Ini baru yang tercatat atau dilaporkan saja," ujar Indra.
Indra mengatakan seperti halnya kasus-kasus kekerasan lainnya, kekerasan di tempat kerja juga merupakan fenomena gunung es karena diperkirakan masih banyak korban-korban yang mengalami kekerasan di tempat kerja, namun tidak berani melapor.
"Laporan ILO 2017, kekerasan dan pelecehan di dunia kerja juga berdampak sangat buruk bagi berbagai pihak, mulai dari penurunan motivasi kerja, penurunan produktivitas karyawan, baik karyawan yang menjadi korban maupun yang menyaksikan tindak kekerasan dan pelecehan di tempat kerjanya dan tentunya berpengaruh terhadap kualitas layanan dan citra perusahaan itu sendiri," ujar Indra.
Indra menambahkan saat ini Kemen PPPA telah menginisasi layanan telepon Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 untuk memudahkan masyarakat melaporkan kekerasan yang ditemui dan dialami.
Pemerintah juga telah menyediakan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) di 34 provinsi dan 204 kabupaten/kota yang siap memberikan pendampingan kepada seluruh masyarakat, terutama perempuan dan anak.
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2022