• Beranda
  • Berita
  • Wapres: Peningkatan akses air dan sanitasi dorong penurunan "stunting"

Wapres: Peningkatan akses air dan sanitasi dorong penurunan "stunting"

26 Maret 2022 13:35 WIB
Wapres: Peningkatan akses air dan sanitasi dorong penurunan "stunting"
Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin saat menghadiri secara daring Rapat Kerja Nasional (Rakernas) III HAKLI, dari Kediaman Resmi Wapres, Jalan Diponegoro Nomor 2, Jakarta Pusat, Sabtu (26/03/2022). ANTARA/HO-BPMI-Setwapres/pri.
Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin mengatakan bahwa peningkatan akses terhadap sarana penyediaan air bersih dan sanitasi layak dapat mendorong penurunan kasus stunting, kekurangan gizi kronis yang menyebabkan pertumbuhan anak terganggu sehingga badannya lebih pendek dibandingkan dengan anak-anak seusianya.

"Ada banyak faktor yang berkontribusi pada upaya penurunan stunting, di antaranya kesehatan lingkungan, terutama terkait sanitasi dan ketersediaan air minum layak," katanya di Kediaman Resmi Wakil Presiden di Jakarta, Sabtu.

Dalam Rapat Kerja Nasional III Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia (HAKLI) yang digelar via daring, Wapres mengatakan bahwa pemerintah sudah menetapkan target peningkatan akses terhadap air minum dan sanitasi layak untuk mempercepat penurunan stunting.

Dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, ia menjelaskan, pemerintah menargetkan 100 persen rumah tangga mempunyai akses terhadap air minum layak dan 90 persen rumah tangga mempunyai akses terhadap sanitasi layak pada 2024.

Menurut dia, dalam tiga tahun terakhir cakupan fasilitas penyediaan air minum layak naik 1,5 persen dan cakupan sanitasi layak naik 2,9 persen sehingga persentase rumah tangga dengan akses terhadap air minum layak mencapai 90,7 persen dan rumah tangga dengan akses terhadap sanitasi layak sekitar 80,2 persen.

"Kinerja ini harus segera kita tingkatkan karena kita hanya memiliki sisa waktu dua tahun untuk mencapai target tahun 2024," katanya.

Pemerintah berusaha mempercepat penurunan stunting karena masalah gizi tersebut bisa menghambat upaya pembangunan sumber daya manusia dan menimbulkan kerugian ekonomi.

"Stunting menyebabkan penurunan kecerdasan dan kemampuan kognitif serta terganggunya metabolisme tubuh, sehingga (tubuh) rentan terhadap penyakit tidak menular seperti jantung dan diabetes. Kesemuanya itu akan menurunkan produktivitas di masa depan," kata Wakil Presiden.

"Kedua, stunting menyebabkan kerugian ekonomi sebesar dua sampai tiga persen terhadap total PDB sebuah bangsa. Bagi Indonesia, total kerugian akibat stunting mencapai lebih dari Rp300 triliun setiap tahunnya," ia menambahkan.

Wakil Presiden mengatakan bahwa pemerintah berupaya menurunkan kasus stunting yang saat ini berada di angka 24,4 persen menjadi 14 persen pada 2024.

"Artinya, dalam kurun waktu sekitar dua tahun ke depan kita harus bisa menurunkan prevalensi stunting hingga lebih dari 10 persen," katanya.

Dia berharap Rapat Kerja Nasional III HAKLI tahun 2022 menghasilkan rumusan dan rekomendasi kebijakan bermakna, termasuk rekomendasi yang berkenaan dengan upaya percepatan penurunan prevalensi stunting di Indonesia.

Ketua Umum Pimpinan Pusat HAKLI Arif Sumantri mengatakan bahwa rapat kerja nasional himpunan membahas tiga isu strategis, termasuk transformasi dalam pelayanan primer, pelayanan rujukan, sumber daya manusia kesehatan, teknologi kesehatan, dan pembiayaan kesehatan pasca-pandemi COVID-19.

Selain itu, menurut dia, Rapat Kerja Nasional III HAKLI membahas dampak perubahan iklim yang berkaitan erat dengan ketersediaan air bersih serta pemanfaatan bonus demografi.

Baca juga:
Bappenas: Akses pada sanitasi layak naik 2,35 persen per tahun
Kemenkes: 89,1 persen masyarakat Indonesia minum air yang tidak aman

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2022