Dokter: Perokok rentan terkena tuberkulosis

27 Maret 2022 17:19 WIB
Dokter: Perokok rentan terkena tuberkulosis
Dokter Spesialis Paru Siloam Hospitals Makassar dr. Adrianne Marissa Tauran, Sp.P. ANTARA/ HO - Siloam Hospitals Makassar.
Dokter Spesialis Paru pada Siloam Hospitals Makassar dr. Adrianne Marissa Tauran, Sp.P mengatakan faktor resiko terbesar dan utama dari penyakit tuberkulosis adalah rokok.

"Bicara tentang kasus paru, tentu saja rokok ini sangat menjadi musuh utama. Jadi rokok secara langsung dan tidak langsung dapat menyebabkan TB, yang melalui penurunan daya tahan tubuh, merusak fungsi paru. Jadi bagi perokok diwajibkan untuk segera mengubah gaya hidup dengan berhenti merokok," ujar Adrianne melalui siaran pers di Jakarta, Minggu.

Tuberkulosis, katanya, merupakan salah satu penyakit infeksi yang berpotensi serius. Penyakit ini dapat terjadi pada berbagai organ tubuh, namun seringkali menyerang paru-paru.

Bakteri yang menyebabkan tuberkulosis ditularkan dari satu orang ke orang lainnya melalui droplet kecil di udara yang dilepaskan melalui batuk dan bersin.

Untuk mencegah penularan TB, masyarakat harus menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat. Kemudian dengan mengonsumsi makanan yang bergizi karena jika daya tahan tubuh kurang, maka akan lebih mudah terpapar TB dibandingkan dengan orang yang daya tahan tubuhnya baik.

Lalu selalu menggunakan masker atau menutup mulut sewaktu batuk atau bersin agar dapat menghindari terjadinya penularan dan penderita tidak meludah di sembarang tempat.

"Namun perlu diketahui juga bahwa tidak semua penderita TB itu harus memiliki gejala batuk, sesak napas, batuk berdarah, harus berat badan turun, harus mengalami lemas," kata dokter yang karib disapa dokter Anke ini.

Secara umum, menurut dia, daya tahan tubuh yang baik dapat mencegah seseorang tertular penyakit TB.

Pada kasus anak yang mengalami TB, ujar dia, anak tersebut tidak menularkan TB karena anak belum dapat melakukan percikan melalui batuk atau bersin yang dapat disemburkan.

Menurut dia, kasus TB cukup bisa disembuhkan. Pengobatannya cukup dalam waktu enam bulan dengan kondisi normal, yang terbagi dalam dua tahap, yaitu fase awal, pengobatan selama dua bulan dengan minum obat setiap hari.

Sementara untuk fase lanjutan, katanya, pengobatan selama empat bulan, dengan minum obat selang satu hari.

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2022