Meskipun menimbulkan masalah kesehatan dan dampak ekonomi yang serius dalam sistem perawatan kesehatan, obesitas belum mendapat perhatian serius seperti gangguan kesehatan lainnya. Obesitas diprediksi akan menelan biaya perawatan kesehatan lebih dari 1 triliun dolar AS pada tahun 2025, dengan jumlah penderita sebesar 800 juta orang di seluruh dunia.
Baca juga: Petugas Damkar bantu evakuasi warga Bogor kelebihan berat badan
“Obesitas di Indonesia meningkat dengan angka kenaikan yang mengkhawatirkan. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi obesitas di kalangan orang dewasa Indonesia meningkat hampir dua kali lipat dari 19,1 persen pada 2007 menjadi 35,4 persen pada 2018. Kita benar-benar harus memperhatikan kecenderungan peningkatan obesitas ini,” kata Ketua Bidang Organisasi Himpunan Studi Obesitas Indonesia (HISOBI) dr. Dicky Levenus Tahapary, Sp.PD-KEMD, PhD, dikutip dari siaran resmi, Kamis.
Obesitas telah menjadi epidemi global. Stigma obesitas juga memberikan tantangan tersendiri dalam penanganan obesitas. Stigma terhadap berat badan mencakup perilaku dan sikap negatif yang ditujukan terhadap seseorang terkait dengan bobot tubuhnya. Stigma ini berbahaya dan semua orang harus memahami bahwa obesitas merupakan suatu penyakit. Obesitas tidak dapat ditangani hanya dengan mengurangi asupan makanan dan lebih banyak beraktivitas fisik.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kelebihan berat badan dan obesitas sebagai akumulasi lemak abnormal atau berlebihan yang dapat mengganggu kesehatan. Praktisi kesehatan menggunakan BMI (body mass index atau indeks masa tubuh (IMT)) sebagai metode skrining, dan diagnosis klinis obesitas didasarkan pada kelebihan lemak tubuh abnormal yang mengganggu kesehatan.
“Untuk orang Indonesia, BMI pada tingkatan 25 termasuk kategori berat badan berlebih, dan BMI lebih dari 27 dinyatakan sebagai obesitas. Kita juga dapat memanfaatkan lingkar pinggang untuk menilai risiko seseorang terkena penyakit yang disebabkan oleh obesitas. Ukuran pinggang lebih dari 80 sentimeter untuk wanita dan lebih dari 90 sentimeter untuk pria meningkatkan risiko penyakit yang disebabkan oleh obesitas,” lanjut dr. Dicky.
Baca juga: Ikhtiar menolak obesitas sejak usia muda
Untuk mencegah dan mengatasi obesitas, diet memegang peranan penting. Diet yang biasa dilakukan sebagai bagian usaha untuk menurunkan berat badan, biasanya berfokus pada pembatasan energi untuk mengurangi berat badan.
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan sudah memberi rekomendasi pola makan sehat berpedoman pada gizi seimbang. Merujuk pada Isi Piringku, misalnya dalam setengah porsi piring perlu terdiri dari sayur sebanyak 2/3, buah-buahan 1/3, lalu setengah piring lagi karbohidrat 2/3 dan protein 1/3. Sementara asupan gula, garam dan garam yang disarankan yakni 50 gram atau setara 4 sendok makan untuk gula, garam tidak lebih dari 5 gram atau setara 1 sendok teh, dan lemak tidak lebih dari 67 gram atau setara 5 sendok makan.
Namun, menurut dr. Cindiawaty J. Pudjiadi, MARS, MS. Sp.GK, mengendalikan berat badan tidak cukup dengan usaha mengurangi asupan makanan dan menambah aktivitas olahraga.
"Kita juga harus memperhatikan apa yang kita makan, bukan hanya seberapa banyak yang kita makan. Mengurangi kalori yang efektif bukan hanya dengan sedikit makan dengan tujuan menekan asupan kalori serendah mungkin," kata Cindiawaty.
Dokter Anita Suryani, Sp.KO menambahkan, “Aktif secara fisik dipastikan dapat mencegah kelebihan berat badan dan obesitas. Namun, bentuk latihan tertentu mungkin memiliki dampak yang lebih besar pada komposisi tubuh. Yang dianjurkan adalah intensitas sedang dan sekitar 40 menit.”
Dicky menegaskan, obesitas bukan cuma masalah estetika dan penampilan seseorang, tapi berkaitan erat dengan masalah kesehatan yang serius. Sebab, orang-orang yang hidup dengan obesitas punya risiko lebih besar terhadap penyakit kronis lainnya.
Untuk mengelola obesitas dan mencegah risiko komplikasi yang yang disebabkannya, pengobatan obesitas harus ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai dengan anjuran kesehatan. Ini akan meningkatkan kesehatan secara keseluruhan dan menurunkan risiko komplikasi yang berhubungan dengan obesitas.
Baca juga: Tak sediakan gorengan saat rapat, dukung pengendalian obesitas
Namun, "makan lebih sedikit, bergerak lebih banyak" mengandung pemahaman bahwa penurunan berat badan hanya tentang diet dan olahraga, sementara faktor pemicu obesitas lainnya diabaikan. Meskipun latihan fisik memainkan peran penting dalam pola hidup sehat secara keseluruhan, itu bukan satu-satunya faktor dalam menangani obesitas.
Anda mungkin perlu melakukan konsultasi dengan tim profesional kesehatan — termasuk ahli diet, psikolog atau psikiater, atau tim profesional perawatan kesehatan lain— untuk membantu memahami dan membuat perubahan dalam pola makan dan aktivitas sehari-hari.
Obesitas secara global menunjukkan prevelansi yang tinggi dan tren meningkat. Pendekatan baru yang terkoordinasi dan berbasis data dilakukan sebagai bagian usaha pencegahan dan manajemen untuk mengurangi dampak pada individu, masyarakat, sistem kesehatan dan ekonomi.
Obesitas adalah kondisi yang kompleks, yang memiliki dampak sosial dan psikologis yang serius.
Obesitas ditemui di semua usia dan kelompok sosial-ekonomi dan dipandang sebagai ancaman baik di negara maju maupun berkembang. Usaha harus ditingkatkan, baik nasional maupun global, untuk mencegah kelebihan berat badan dan obesitas pada anak-anak dan keluarga mereka untuk mengurangi kesenjangan kesehatan dan ekonomi, memperhatikan siklus generasi dan meningkatkan kualitas kehidupan.
Obesitas perlu dijadikan sebagai prioritas kesehatan nasional. Ini memerlukan keterlibatan semua pihak.
Baca juga: Tips mudah agar berat badan tetap ideal
Baca juga: Peringati Hari Gizi, Ajinomoto kampanyekan bijak garam
Baca juga: Hari Gizi Nasional dan isu pangan lokal di tengah pandemi
Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2022