Tidak ada lagi industri furnitur yang bahan bakunya ilegal, sudah tinggi traceability-nya dan bisa dipertanggungjawabkan
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyampaikan bahwa produk furnitur nasional sudah menerapkan azas berkelanjutan.
"Kami ingin menyampaikan pesan bagi dunia bahwa industri furnitur di Indonesia sudah sustainable (berkelanjutan). Tidak ada lagi industri furnitur yang bahan bakunya ilegal, sudah tinggi traceability-nya dan bisa dipertanggungjawabkan," kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita saat ajang Trade, Investment, and Industry Working Group (TIIWG) G20 di Solo, Jawa Tengah, seperti disampaikan dalam keterangannya, yang diterima di Jakarta, Kamis.
Kementerian Perindustrian menampilkan berbagai produk industri furnitur yang berkelanjutan kepada para delegasi dalam rangkaian pertemuan pertama
Produk furnitur yang dipamerkan ini menunjukkan bahwa industri di Tanah Air menggunakan bahan baku yang memenuhi aspek legalitas dan ramah lingkungan.
Menperin mengemukakan pertemuan TIIWG G20 di Solo membahas beberapa isu prioritas, salah satunya adalah industri yang inklusif dan berkelanjutan.
"Industri furnitur Indonesia merupakan salah satu industri yang inklusif karena melibatkan masyarakat lokal, perajin, industri besar hingga pemerintah. Rangkaian proses produksi industri furnitur di Tanah Air juga memperhatikan aspek lingkungan," ungkapnya.
Aspek berkelanjutan tersebut dipenuhi oleh industri furnitur yang berkomitmen menggunakan kayu bersertifikasi sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) yang sudah memenuhi aspek legal dan kelestarian lingkungan.
Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika menambahkan pemerintah berkomitmen untuk terus mendorong sertifikasi SVLK bagi seluruh industri furnitur.
"Sumber kayu yang berkelanjutan telah menjadi perhatian utama produsen mebel kayu Indonesia. Meningkatnya kesadaran pembeli internasional akan isu lingkungan mendorong produsen Indonesia untuk hanya menggunakan kayu legal yang dipanen dari sumber yang berkelanjutan," terangnya.
Putu menjelaskan SVLK merupakan sistem sertifikasi legalitas dan keberlanjutan wajib yang dibangun di atas konsensus multistakeholder nasional.
"Skema ini relatif sama dengan sertifikasi legalitas kayu internasional lainnya seperti FSC dan PEFC yang telah banyak digunakan oleh produsen," ujarnya.
Untuk turut serta menyukseskan acara TIIWG G20 di Solo, Kemenperin melalui Direktorat Jenderal Industri Agro bekerja sama dengan Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (Himki) Jawa Tengah memamerkan produk-produk industri furnitur unggulan yang sudah memenuhi sertifikasi SVLK.
"Selain memenuhi aspek SVLK, produk-produk dari anggota Himki Solo Raya, Himki Semarang Raya, Himki Jepara Raya dan Himki DIY menampilkan inovasi desain dan teknologi yang memiliki kekhasan tersendiri," sebut Putu.
"Apalagi, 45 persen industri furnitur Indonesia berlokasi di Jawa Tengah, yang diwakili oleh Solo Raya, Jepara Raya, Semarang dan Yogyakarta yang mempunyai ciri khas sendiri. Produk mereka telah mampu berdaya saing hingga menembus pasar ekspor," imbuhnya.
Kemenperin mencatat Indonesia merupakan 20 besar negara eksportir furnitur dunia. Tiga besar negara tujuan ekspor Indonesia adalah Amerika Serikat, Jepang dan Belanda.
Nilai ekspor furnitur Indonesia ke negara Amerika Serikat pada 2021 sebesar 1,36 miliar dolar AS yang persentasenya mencapai 54 persen dari total ekspor furnitur Indonesia. Sementara itu, kinerja ekspor industri furnitur nasional mencapai 2,5 miliar dolar AS pada 2021.
Baca juga: RI bawa enam misi pada Forum TIIWG G20, industri salah satu isu utama
Baca juga: Kemenperin sebut Solo siap gelar pertemuan pertama TIIWG G20
Baca juga: Kemenperin: TIIWG G20 wujudkan RI masuk 10 besar negara teratas dunia
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2022