• Beranda
  • Berita
  • IPB rekomendasikan tiga kebijakan antisipasi kenaikan harga pangan

IPB rekomendasikan tiga kebijakan antisipasi kenaikan harga pangan

6 April 2022 22:42 WIB
IPB rekomendasikan tiga kebijakan antisipasi kenaikan harga pangan
Warga memadati pasar untuk membeli daging sapi pada perayaan tradisi Meugang Ramadhan 1443 Hijriah di Lhokseumawe, Aceh. Jumat (1/4/2022). ANTARA FOTO/Rahmad/rwa.
Dewan Guru Besar (DGB) bekerjasama dengan Dewan Ahli Himpunan Alumni (HA) IPB University memberikan tiga rekomendasi kebijakan dalam mengantisipasi kenaikan harga pangan yang pesat pada tiga komoditas yakni minyak goreng, kedelai, dan daging sapi.

Ketua DGB IPB University, Prof Evy Damayanthi dalam keterangan tertulisnya, Rabu, menyatakan yang pertama untuk kenaikan harga minyak goreng mekanisme subsidi masih bisa menjadi salah satu solusi dengan perhitungan yang akurat.

“Untuk minyak goreng, rekomendasi kami mendesak pemerintah untuk memberikan respon cepat agar masyarakat bisa mencapai harga minyak goreng,” kata Ketua DGB IPB University, Prof Evy Damayanthi.

Baca juga: Bulog Sumut siapkan 5.040 liter minyak goreng bantu penurunan harga

Menurutnya, pelaksanaan subsidi bisa dilakukan langsung oleh pemerintah melalui Badan Ketahanan Pangan Nasional dengan operator dari Badan Urusan  Logistik (Bulog). Data dasar terkait produsen, volume produksi, dan jaringan distribusi minyak goreng harus akurat untuk memetakan potensi dan distribusi produksi minyak goreng secara nasional.

Kemudian yang kedua, kata dia, DGB IPB University menilai untuk kenaikan harga yang terjadi pada kedelai disebabkan oleh turunnya produksi dalam negeri. Penurunan produksi dalam dua dekade terakhir telah membebani ketidakstabilan pasar.

“Hal ini menyebabkan proporsi impor meningkat hingga 80 persen dari kebutuhan nasional. Hal ini menunjukkan bahwa harga kedelai di Indonesia sangat bergantung pada harga pasar internasional. Mengikuti aturan transmisi harga pangan, perubahan harga di pasar internasional akan ditransmisikan ke pasar domestik, meskipun akan ada jeda waktu sekitar dua sampai tiga bulan," jelasnya.

Evy menyampaikan, oleh karena itu dalam jangka pendek kebijakan yang direkomendasikan antara lain mewajibkan importir menyerap sebagian kedelai produksi dalam negeri untuk sementara waktu.

“Prasyarat penerapan kebijakan ini adalah akurasi spasial data petani. Pemerintah harus menetapkan target rasio impor terhadap produksi kedelai dalam negeri yang kemudian disusun dalam flow map untuk mencapai peningkatan produksi dan melonggarkan impor dengan melibatkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai perwakilan pemerintah serta melakukan kerja sama bilateral dan Business to Business untuk meningkatkan efisiensi logistik,” jelasnya.

Baca juga: BPS catat harga telur dan ayam ras picu penurunan IHPB nasional

Sementara itu, yang ketiga Evy menjelaskan dalam kasus daging sapi, situasi kritis bermula dari ketergantungan pada negara pemasok yang dominan, yaitu Australia. Fluktuasi produksi dan harga di negara pemasok secara langsung mengganggu pasar domestik.

Faktor lain yang mempengaruhi ialah biaya logistik yang tinggi akibat rantai pasokan panjang, ditambah nilai tukar juga mempengaruhi pembentukan harga. Di sisi lain, pasokan sapi lokal masih sulit diharapkan karena peternak melakukan bisnis secara subsisten dan tidak responsif terhadap insentif dan sinyal pasar.

“Peran aktif pemerintah pusat dan daerah sangat diperlukan untuk mendukung efisiensi biaya logistik,” ujarnya.

Ia menambahkan, DGB IPB University dan Majelis Ahli Ikatan Alumni IPB University juga mendesak agar kebijakan jangka menengah/panjang perlu dilaksanakan lebih serius dan berkesinambungan untuk ketiga komoditas tersebut.

Baca juga: BI Bali: Deflasi didorong penurunan harga minyak goreng-daging ayam

Pewarta: Linna Susanti
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2022