Ketiga tersangka masing-masing berinisial MRP selaku Kepala Seksi Penindakan dan Penyidikan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Semarang dan juga selaku Penyidik PPNS Bea Cukai, IP selaku Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Semarang, dan H selaku Kepala Seksi Intelijen Kanwil Bea dan Cukai Jawa Tengah.
"Pada hari Kamis (7/4), Tim Penyidik Direktorat Penyidikan (Jampidsus) menetapkan tiga tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan fasilitas kawasan berikat pada Pelabuhan Tanjung Emas pada tahun 2016 sampai dengan 2017," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung RI Ketut Sumedana dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Setelah ditetapkan tersangka, kata Ketut, ketiganya ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari pertama terhitung sejak 7 April sampai dengan 26 April mendatang.
"Penahanan untuk mempercepat penyidikan," kata Ketut.
Baca juga: 9 orang dicekal terkait korupsi kawasan berikat Tj Priok-Tj emas
Menyinggung peran para tersangka, Ketut menjelaskan bahwa tersangka IP selaku Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Semarang bersama-sama tersangka MRP selaku Kepala Seksi Penindakan dan Penyidikan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Semarang dan juga selaku penyidik PPNS Bea Cukai telah membantu kelengkapan dokumen-dokumen di Bea dan Cukai dan mengamankan kegiatan importasi, pengurusan dokumen, subkontrak dan pengeluaran barang dari kawasan berikat PT Hyoupseung Garment Indonesia.
"Tersangka H selaku Kepala Seksi Intelijen Kanwil Bea dan Cukai Jawa Tengah yang menerima penyerahan uang tunai di Padang Golf Candi Semarang dari PT Hyoupseung Garment Indonesia sebesar Rp 2 miliar," kata Ketut.
Dalam perkara ini, penyidik menjerat ketiga tersangka dengan Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Khusus untuk tersangka MRP dan H, disangkakan dengan pasal tambahan, yakni Pasal 5 ayat (2) jo. ayat (1) huruf a dan b subsider Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Diberitakan sebelumnya, Jampidsus telah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: PRIN-12/F.2/Fd.2/03/2022 pada hari Rabu (2/3) terkait dengan dugaan penyalahgunaan fasilitas kawasan berikat dan kemudahan impor tujuan ekspor (KITE) pada Pelabuhan Tanjung Priok Tahun dan Tanjung Emas Semarang pada tahun 2016—2017
Penerbitan surat perintah penyidikan berdasarkan hasil ekspos/gelar perkara terkait dengan mafia pelabuhan pada hari Selasa (1/3).
Hasil ekspos kasus tersebut memenuhi kualifikasi tindak pidana korupsi, yakni dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan kewenangan dan penerimaan uang sehubungan dengan penyalahgunaan fasilitas kawasan berikat melalui Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Emas pada tahun 2015—2021.
Baca juga: KBNU minta KPK periksa direktur PT KBN
Kasus ini bermula pada tahun 2016 dan 2017 PT HGI mendapatkan fasilitas kawasan berikat di Semarang berupa impor bahan baku tekstil yang melalui Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta dan Pelabuhan Tanjung Emas di Semarang.
Terkait dengan fasilitas tersebut, terdapat dugaan penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh oknum pejabat Bea dan Cukai bekerja sama dengan pihak swasta terkait dengan fasilitas kawasan berikat yang seharusnya barang impor bahan baku tekstil tersebut dilakukan pengolahan barang jadi di kawasan berikat milik PT HGI maupun melalui perusahaan subkontraktor untuk dilakukan penjualan produk jadi. Setelah itu, dilakukan penjualan di dalam negeri maupun dilakukan ekspor.
Akan tetapi, PT HGI atas sepengetahuan dan kerja sama dengan pihak Bea dan Cukai telah melakukan penjualan bahan baku impor tekstil di dalam negeri tanpa melalui pengolahan barang jadi di kawasan berikat milik PT HGI.
Hal itu mengakibatkan negara mengalami kerugian perekonomian akibat dari berkurangnya pendapatan devisa ekspor dan kebangkrutan sejumlah industri tekstil dan garmen di dalam negeri.
Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022