Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Satriyo Sumantri Brodjonegoro mengharapkan Presidensi G20 Indonesia mendorong riset dan inovasi untuk penguatan sistem kesehatan global, ekonomi digital dan transisi energi berkelanjutan.
"Sesuai tiga pilar presidensi G20 Indonesia Tahun 2022, maka kegiatan riset dan inovasi diarahkan ke tiga pilar tersebut, yaitu perkuatan arsitektur kesehatan global, transformasi ekonomi digital dan transisi energi berkeadilan," kata Satriyo saat dihubungi di Jakarta, Minggu.
Satriyo menuturkan Indonesia dapat memainkan peranannya di G20 untuk menginisiasi dan memperkuat kolaborasi riset dan inovasi di antara negara anggota G20 terhadap tiga isu prioritas G20 pada 2022, baik untuk aspek kesehatan, ekonomi digital dan transisi energi berkeadilan.
Kemampuan dan dukungan riset dan inovasi yang tersebar di negara anggota G20 dapat disinergikan untuk peningkatan kesehatan, peningkatan kualitas lingkungan, serta pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat global, khususnya di masyarakat G20.
Riset dan inovasi dapat diarahkan untuk mengatasi masalah yang dihadapi negara-negara anggota G20 dan isu global, seperti pandemi COVID-19, terutama terkait dengan akses dan suplai vaksin COVID-19 yang berkeadilan dan penanganan perubahan iklim dan energi bersih.
Sebelumnya, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mendorong terbentuknya ekosistem riset dan inovasi yang kuat di G20 untuk meningkatkan perekonomian dan kemakmuran masyarakat di G20.
Pelaksana Tugas Deputi Bidang Sumber Daya Manusia, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi BRIN Edy Giri Rachman Putra mengatakan adanya kebutuhan bersama di antara negara anggota G20 untuk mengatasi masalah dan tantangan secara global serta meningkatnya permasalahan yang dihadapi saat ini oleh negara anggota G20, menjadi poin penting untuk mempertimbangkan penguatan ekosistem riset dan inovasi di G20.
"Dengan begitu, negara-negara ini akan siap menghadapi tantangan besar yang dihadapi, seperti kekurangan sumber daya, perubahan iklim, ancaman keamanan lingkungan, krisis energi dan lainnya," ujar Edy dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA di Jakarta, Senin (28/2).
Untuk menciptakan ekosistem riset dan inovasi tersebut, diperlukan kolaborasi, dukungan dan kemitraan untuk berbagi sarana, prasarana dan pendanaan di antara negara anggota G20.
Hal itu dikarenakan kegiatan riset membutuhkan sumber daya yang besar, termasuk sumber daya manusia, infrastruktur dan pendanaan. Jika dapat saling berbagi, maka pelaksanaan riset akan semakin mudah dilakukan untuk kepentingan negara-negara anggota G20 dan global.
Untuk itu, BRIN terbuka untuk kolaborasi penelitian dan inovasi di bidang-bidang tertentu seperti keanekaragaman hayati, kelautan dan samudra, energi baru dan terbarukan, kebumian dan ruang angkasa, yang akan menjadi motor penggerak perekonomian dan kemakmuran, serta dalam mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi dunia.
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2022