Kuasa hukum Mardani, Irfan Idham, dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin, mengatakan pemberitaan sejumlah media yang menyebut kliennya terlibat dalam kasus 10 tahun lalu itu tidak benar dan tidak berdasar pada fakta hukum.
"Perlu kami sampaikan bahwa hubungan Bapak Mardani dan Bapak Dwidjono, selaku terdakwa in casu, adalah hubungan struktural bupati dan kepala dinas; sehingga bahasa 'memerintahkan' yang dikutip media dari kuasa hukum Bapak Dwidjono harus dimaknai sebagai bahasa administrasi yang wajib dilakukan oleh seorang kepala dinas jika terdapat adanya permohonan oleh masyarakat, termasuk pula permohonan atas IUP PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN)," kata Irfan.
Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo merupakan mantan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, yang terjerat kasus dugaan korupsi IUP. Dwidjono kini berstatus sebagai terdakwa dan perkara tersebut masih berjalan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banjarmasin.
Dalam suratnya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Dwidjono menyebut Mardani diduga sebagai pihak yang memerintahkan dia sebagai bawahan untuk pengalihan IUP tersebut.
Baca juga: Korupsi Dinas ESDM Tanah Bumbu terkait izin tambang batubara
Lebih lanjut, Irfan mengatakan kewajiban melaksanakan permohonan peralihan IUP PT PCN merupakan perintah undang-undang, sehingga ia menyatakan sudah menjadi kewajiban bagi bupati dan kepala dinas saat itu untuk menindaklanjuti setiap permohonan dan surat yang masuk.
"Kalau pun dinilai ada kesalahan pada proses administrasi pelimpahan IUP, hal tersebut adalah tindakan pejabat administrasi negara yang batu ujinya ada pada peradilan administrasi negara dan/atau Pengadilan Tata Usaha Negara," jelasnya.
Dia menyebut pernyataan kuasa hukum Dwidjono merupakan asumsi yang tidak memiliki basis fakta dan tidak berdasar hukum. Terlebih lagi, tambahnya, perkara Dwidjono masih dalam status pemeriksaan dan masih berjalan di Pengadilan Tipikor Banjarmasin.
Oleh karena itu, lanjutnya, pernyataan kuasa hukum Dwidjono tersebut dinilai telah mendahului proses hukum dan tidak menghormati proses hukum yang sedang berjalan di Banjarmasin.
"Bahwa perlu kami sampaikan, kasus yang sedang berjalan di Pengadilan Tipikor Banjarmasin adalah kasus yang bersumber dari laporan PPATK terkait gratifikasi dan TPPU, yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan Bapak Mardani H. Maming karena pertanggungjawabannya adalah murni pertanggungjawaban Bapak Dwijono, yang saat ini adalah merupakan terdakwa di Pengadilan Tipikor Banjarmasin," katanya.
Dia mengatakan dakwaan pasal yang menjerat Dwidjono itu berkaitan dengan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU); sehingga tidak ada kaitannya dengan Mardani H. Maming, karena hal tersebut adalah murni perbuatan Dwijono dengan salah seorang pengusaha.
"Adapun pasal-pasal yang dalam dakwaan adalah Pasal 11, Pasal 12 huruf (a), Pasal 12 huruf (b) UU Tipikor dan Pasal 4 UU TPPU," ujar Irfan.
Baca juga: Hipmi pahami kenaikan harga dan PPN tidak bisa dihindari
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022