"COVID-19 menjadi salah satu faktor yang mengubah tren pariwisata nasional misalnya sekarang ada tren wisata olahraga dan wisata kesehatan. Perkembangan teknologi juga mengharuskan dunia pariwisata untuk mampu beradaptasi dengan platform digital," kata Hetifah dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Dia menilai sektor pariwisata memiliki peran besar terhadap ekonomi nasional karena mampu menyedot banyak tenaga kerja. Selain itu menurut dia, memiliki "multiplier effect" yang besar bagi sektor-sektor ekonomi lainnya seperti akomodasi, kuliner, perdagangan, transportasi, dan pergudangan.
"Indonesia juga termasuk negara yang kompetitif terkait daya saing kepariwisataan di tingkat internasional," ujarnya.
Baca juga: Sandiaga: 2022 menjadi tahun pemulihan pariwisata dan lapangan kerja
Dia juga menyampaikan beberapa permasalahan di UU Kepariwisataan misalnya masalah regulasi antara pemerintah pusat-daerah, kelembagaan pariwisata, serta sumber daya manusia yang belum optimal sehingga perlu diperbaiki.
Hetifah menilai sosialisasi kepada masyarakat terkait RUU Kepariwisataan perlu digencarkan karena UU Kepariwisataan bukan sesuatu yang baru.
"Maka sangat penting untuk dapat meyakinkan kepada publik bahwa perubahan UU ini diperlukan. Jangan seperti RUU Sistem Pendidikan Nasional yang gaduh di masyarakat," katanya.
Dia menilai argumen terkait latar belakang urgensi perubahan UU Kepariwisataan harus bisa meyakinkan agar dapat diterima masyarakat.
RUU Kepariwisataan tersebut merupakan usulan Komisi X DPR RI melalui surat Nomor 549/KOM.X/11/2021, tanggal 8 November 2021.
Sesuai dengan Program Legislasi Nasional 2020-2024 dan berdasarkan Keputusan DPR RI Nomor 8/DPR RI/II/2021-2022, RUU Kepariwisataan mulai memasuki babak pembahasan awal.
Baca juga: Kepariwisataan berbasis komunitas berperan penting bangkitkan ekonomi
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Teguh Handoko
Copyright © ANTARA 2022