• Beranda
  • Berita
  • Skema pembiayaan iklim bisa menjadi sumber dana untuk transisi energi

Skema pembiayaan iklim bisa menjadi sumber dana untuk transisi energi

16 April 2022 15:50 WIB
Skema pembiayaan iklim bisa menjadi sumber dana untuk transisi energi
Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Dian Lestari dalam Pertemuan SWFG di Jakarta, Selasa (25/1/2022). ANTARA/Agatha Olivia.
Komitmen Indonesia untuk memitigasi dampak perubahan iklim sesuai Persetujuan Paris dan Nationally Determined Contribution terus dilakukan melalui beragam cara salah satunya program transisi energi dari fosil ke energi terbarukan.
 
Penasihat Keuangan Energi Berkelanjutan Deni Gumilang dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, Sabtu, mengatakan skema pembiayaan menjadi salah satu komponen penting dalam upaya menurunkan emisi karbon di sektor energi.
 
"Berbagai mekanisme mobilisasi pendanaan dan investasi pembiayaan telah ada di Indonesia. Tren menunjukkan bahwa climate financing dapat menjadi salah satu sumber pendanaan yang dapat mendukung proses transisi energi di Indonesia," kata Deni.
 
Wakil Manajer Program GIZ Indonesia itu menambahkan bahwa integrasi ataupun modifikasi terhadap berbagai instrumen yang ada juga dapat menjadi modalitas yang baik dalam mendukung proses transisi energi di Indonesia.
 
Menurutnya, prioritas instrumen de-risking kebijakan diperlukan karena isu-isu yang lebih banyak dihadapi saat ini berupa aspek regulasi.
 
"Kerangka peraturan yang lebih baik dan lingkungan bisnis yang ramah untuk pertumbuhan energi terbarukan akan dapat menciptakan landasan yang kokoh terkait mobilisasi pendanaan dan mekanisme pembiayaan ke depannya," ujar Deni.
 
Lebih lanjut ia menyampaikan kondisi pendanaan dapat dipenuhi melalui beberapa implementasi instrumen de-risking kebijakan, di antaranya meningkatkan target dan kebijakan energi terbarukan terutama dalam hal kejelasan, konsistensi, kredibilitas, dan koherensinya; reformasi kebijakan insentif dan penetapan harga, khususnya kebijakan penetapan harga dan subsidi yang berfokus pada energi terbarukan.
 
Kemudian, menciptakan proses perijinan dan pengadaan yang efektif dan efisien untuk memberikan keamanan dan kepastian investasi; meningkatkan kualitas manajemen risiko proyek dengan memberikan standar, peringkat, dan dukungan teknis; dan meningkatkan kelayakan & kredibilitas proyek dengan memfasilitasi penelitian, pengembangan proyek, serta pengembangan kapasitas.
 
Berdasarkan kalkulasi yang dilakukan Kementerian ESDM, angka kebutuhan investasi energi bersih di Indonesia mencapai 1.177 miliar dolar AS untuk membangun pembangkit listrik yang bersumber dari energi terbarukan sebesar 587 gigawatt hingga 2060.
 
Rincian nilai investasi untuk proyek setrum bersih itu adalah pembangunan pembangkit listrik sebesar 1.042 miliar dolar AS dan transmisi sebesar 135 miliar dolar AS.
 
Saat ini, pemerintah sedang mempersiapkan peraturan presiden terkait tarif energi terbarukan untuk dapat menarik minat para investor agar mau menanamkan modal ke Indonesia.

Aliansi kemitraan global Clean, Affordable, and Secure Energy for Southeast Asia (CASE) di Indonesia mengapresiasi langkah pemerintah yang telah menjadikan transisi energi sebagai salah satu isu prioritas dalam konferensi tingkat tinggi G20. Ini menunjukkan komitmen pemerintah Indonesia dalam upaya mengurangi emisi gas rumah kaca dari sektor energi sebagai upaya mitigasi perubahan iklim.
 
Manajer Proyek CASE IESR Agus Praditya Tampubolon mengatakan peran Indonesia sebagai tuan rumah G20 merupakan peluang untuk membangun kerja sama dan mencari dukungan dari negara-negara G20 dalam mencapai target nir emisi pada 2060 atau lebih awal.
 
Dalam mendukung proses transisi, CASE Indonesia mencoba mengidentifikasi dua jenis instrumen yang berfungsi sebagai alat yang relevan untuk mengatasi masalah pengembangan energi terbarukan, yaitu instrumen de-risking kebijakan, dan instrumen de-risking keuangan.
 
Meskipun keduanya terbukti efektif di banyak negara, studi sintesa tentang "De-Risking Facilities For The Development Of Indonesia’s Renewable Power Sector" yang dilakukan CASE Indonesia pada 2021 menunjukkan bahwa saat ini Indonesia perlu memprioritaskan instrumen de-risking kebijakan daripada instrumen de-risking keuangan.

Baca juga: EIB di Indonesia dukung pembiayaan tangani perubahan iklim

Baca juga: ADB tingkatkan ambisi pembiayaan iklim menjadi 100 miliar dolar AS

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2022