• Beranda
  • Berita
  • Pemberontak Thailand bertanggung jawab atas pengeboman Ramadhan

Pemberontak Thailand bertanggung jawab atas pengeboman Ramadhan

16 April 2022 18:15 WIB
Pemberontak Thailand bertanggung jawab atas pengeboman Ramadhan
Arsip Foto: Petugas keamanan memeriksa lokasi ledakan bom di tepi jalan di Provinsi Pattani, Thailand, Jumat (11/1/2013). Dua tentara tewas dan dua lainnya luka-luka dalam serangan bom yang diduga dilakukan oleh kelompok militan Muslim, kata polisi. REUTERS/Surapan Boonthanom
Pemberontak Thailand yang tak dilibatkan dalam pembicaraan damai, pada Sabtu mengaku bertanggung jawab atas pengeboman mematikan di wilayah pedalaman selatan yang berpenduduk mayoritas Muslim di negara itu.

Pengeboman itu melanggar perjanjian yang disepakati, menyangkut gencatan senjata selama Ramadhan, antara kelompok pemberontak utama dan pemerintah. 

Dua ledakan pada Jumat (15/4), yang menewaskan seorang warga sipil dan melukai tiga polisi, dilakukan oleh "G5", sebuah kelompok militan Organisasi Pembebasan Serikat Patani (PULO), kata ketuanya Kasturi Mahkota, kepada Reuters.

Sudah lebih dari 7.300 orang tewas sejak 2004 dalam pertempuran antara pemerintah dan kelompok-kelompok bayangan yang mencari kemerdekaan untuk provinsi-provinsi Melayu-Muslim Narathiwat, Yala, Pattani dan sebagian Songkhla.

Kawasan itu merupakan bagian dari kesultanan Pattani yang dicaplok Thailand dalam perjanjian 1909 dengan Inggris.

Kasturi mengatakan melalui telepon bahwa ledakan di Provinsi Pattani merupakan "hal biasa" bagi PULO, yang tak terlibat dalam pembicaraan antara pemerintah dan Barisan Revolusi Nasional (BRN).

BRN dua minggu lalu sepakat untuk menghentikan kekerasan selama bulan suci Ramadhan hingga 14 Mei.

Seorang juru bicara pasukan keamanan Thailand di selatan, Kolonel Kiatisak Neewong, mengatakan tanpa menyebut nama PULO bahwa sebuah kelompok yang tidak termasuk dalam pembicaraan damai kemungkinan bertanggung jawab atas pengeboman yang bertujuan mengganggu gencatan senjata Ramadhan.

Tim perunding Thailand pada pembicaraan damai dan BRN menolak berkomentar.

"Pembicaraan itu tidak cukup inklusif dan berlangsung terlalu cepat," kata Kasturi. 

Kelompok Kasturi menolak kesepakatan yang akan mengesampingkan kemungkinan kemerdekaan dari Thailand, negara yang mayoritas penduduknya beragama Buddha.

Pembicaraan itu dilakukan untuk mencari solusi politik bagi konflik yang telah berlangsung selama beberapa dekade di bawah kerangka konstitusi Thailand.

Pembicaraan itu sering terganggu sejak awal 2013. Putaran terbaru dimulai pada 2019.

Sumber: Reuters

Baca juga: Sedikitnya 15 orang tewas dalam serangan di Thailand selatan 

Baca juga: Thailand dapat contoh model perdamaian Aceh


 

Puluhan ribu demonstran tuntut reformasi monarki kerajaan Thailand

Pewarta: Mulyo Sunyoto
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2022