"Naskah Diponegoro punya kualitas cerita yang apik dengan lapisan persoalan yang bertumpuk. Pangeran Diponegoro bukan hanya pahlawan perang tapi juga pahlawan budaya," kata Sardono saat menjelaskan alasan pembuatan opera Diponegoro pada jumpa pers, di Jakarta, Kamis.
Menurut seniman tersebut, Pangeran Diponegoro memahami taktik perang, politik dan perilaku rakyat yang dipimpinnya.
Mealui opera, Sardono ingin menyampaikan pesan bahwa pertempuran terbaik melawan penindasan apa pun yaitu melalui perlawanan kultural.
"Saya bukan hanya ingin menjadi sebatas koreografer opera namun lebih sebagai `pemikir kebudayaan` yang menggunakan pertunjukan sebagai wadah mengutarakan kebajikan," ujar Sardono.
Dalam opera, gambaran karakter Pangeran Diponegoro adalah tak suka perang serta darah dan ingin selalu damai. Deskripsi cerita dalam opera tidak sebatas perang personal Pangeran Diponegoro melawan kesewenang-wenangan Belanda tetapi juga mengkonstruksikan realitas yang masih terjadi yaitu pertempuran tanpa akhir antara kemanusiaan dan ketidakadilan.
Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation, Renitasari mengatakan opera akan tersaji secara artistik tanpa menghilangkan pesan sejarah.
Ia berharap melalui opera tersebut, masyarakat lebih mengapresiasikan budaya serta para pekerja seni lokal.
Opera Diponegoro mengadopsi buku terjemahan karya Sejarawan Inggris, Peter Carey berjudul "Kuasa Ramalan: Pangeran Dipenogoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa (1785-1855). Buku tersebut merupakan buku pertama yang menggunakan babad (cerita sejarah) dan arsip kolonial Belanda serta Inggris sebagai fondasi (dasar) cerita.
Kehadiran penyanyi, Iwan Fals sebagai narator sekaligus dalang yang akan "menembangkan" autobiografi Pangeran Diponegoro dan juga aktris, Happy Salma sebagai "Diva Mabuk" dalam adegan rencana penculikan Diponegoro serta lukisan salinan berjudul "Penangkapan Diponegoro" karya Raden Saleh berukuran 7x14 meter yang menjadi latar pertunjukan akan semakin mewarnai opera karya Sardono tersebut.
"Copy (salinan) lukisan Raden Saleh akan memasukkan dirinya di tiga arah berbeda yaitu potret menunduk, memandang tegas ke arah Diponegoro dan menatap para penikmat lukisan, " Ujar Carey dalam siaran pers yang diterima ANTARA saat jumpa pers tersebut.
Penataan musik pada opera bukan hanya iringan tembang-tembang Jawa, adapula musik klasik karya komposer asing, Wolfgang Amadeus Mozart berjudul "Requiem", untuk menciptakan suasana tegang saat penangkapan Dipenogoro.
Selain itu juga musik milik Richard Wagner untuk memunculkan paradoks dan hasrat bertahan hidup demi menegakkan kemanusiaan dan kehormatan diantara semerbak bau kematian.
Opera Diponegoro akan berlangsung 120 menit dan didukung oleh 30 penari dengan total pendukung yang terlibat 60 orang yang berasal dari Bali, Jakarta, Solo dan Yogyakarta.
Harga tiket mulai dari Rp150.000 untuk kelas dua, Rp350.000 untuk kelas satu, Rp550.000 untuk kelas VIP hingga Rp750.000 untuk kelas VVIP.
(T.M-DCP/S025)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011