Minyak mentah berjangka Brent, patokan global untuk pengiriman Juni, terangkat 1,46 dolar AS atau 1,3 persen, menjadi menetap di 113,16 dolar AS per barel. Kontrak sempat naik menjadi 114,84 dolar AS per barel, tertinggi sejak 28 Maret.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Mei bertambah 1,26 dolar AS atau 1,2 persen, menjadi ditutup di 108,21 dolar AS per barel. WTI mencapai 109,81 dolar AS per barel, juga tertinggi sejak 28 Maret.
Menambah tekanan pasokan dari sanksi terhadap Rusia, National Oil Corp Libya pada Senin (18/4/2022) mengatakan "gelombang penutupan yang menyakitkan" telah mulai menghantam fasilitasnya dan menyatakan force majeure di ladang minyak Al-Sharara dan situs lainnya.
"Dengan pasokan global yang sekarang sangat ketat, bahkan gangguan yang paling kecil pun kemungkinan akan berdampak besar pada harga," kata Jeffrey Halley, analis di broker OANDA.
Kehilangan pasokan yang lebih dalam membayangi. Produksi Rusia turun 7,5 persen pada paruh pertama April dari Maret, Interfax melaporkan pada Jumat (15/4/2022), dan pemerintah Uni Eropa mengatakan pekan lalu bahwa eksekutif blok itu sedang menyusun proposal untuk melarang minyak mentah Rusia.
Komentar itu muncul sebelum eskalasi dalam perang Ukraina. Pihak berwenang Ukraina mengatakan rudal menghantam Lviv pada Senin pagi (18/4/2022) dan ledakan mengguncang kota-kota lain ketika pasukan Rusia terus melakukan pemboman setelah mengklaim hampir menguasai penuh pelabuhan Mariupol.
Dalam sinyal bearish untuk harga, ekonomi China melambat pada Maret, menghilangkan angka pertumbuhan kuartal pertama dan memperburuk prospek yang sudah melemah oleh pembatasan COVID-19.
Data pada Senin (18/4/2022) juga menunjukkan China menyuling minyak 2,0 persen lebih sedikit pada Maret dari setahun sebelumnya, dengan keluaran (throughput) turun ke level terendah sejak Oktober karena lonjakan harga minyak mentah menekan margin dan penguncian yang ketat mengurangi konsumsi bahan bakar.
Minyak melonjak ke level tertinggi sejak 2008 pada Maret, dengan Brent sempat mencapai 134 dolar AS per barel.
"Masih ada beberapa kebingungan tentang apakah mereka membuka kembali ekonomi mereka, jadi kami mendapatkan sinyal beragam dari China dan itu telah menghadirkan banyak volatilitas pagi ini," kata analis Price Futures Group, Phil Flynn.
Baca juga: Emas capai tertinggi 1 bulan karena inflasi naik dan perang Ukraina
Baca juga: IHSG ditutup menguat didukung data neraca perdagangan
Baca juga: Rupiah menguat ditopang surplus neraca perdagangan Maret
Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2022