"Kami sangat menyesalkan Kementerian Kehutanan memberikan izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Alam (IUPHHKA) pada kawasan hutan produksi terbatas dalam dua kabupaten yaitu Kabupaten Bengkulu Utara dan Mukomuko," kata Direktur Eskutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bengkulu Zenzi, Jumat.
Ia mengatakan, kawasan tersebut sebetulnya sudah diusulkan Balai Konservasi sumber Daya Alam (BKSDA) sejak lima tahun lalu untuk kuredor gajah liar dari kawasan pusat latihan gajah Sebelat ke hutan Taman Nasional Krinci Seblat (TNKS) daerah itu.
Namun nyatanya pemerintah cendrung mendahulukan kepentingan politik dan ekonomi , tapi mengenyampingkan perlindungan terhadap sawat liar yang populasinya nyaris punah sekarang ini.
Hal itu sangat bertentangan dengan tujuan perlindungan terhadap satwa liar karena habitat satwa itu terus dikurangi baik ancaman dari perambah juga diberikan izin resmi dari pemerintah.
"Kalau nyali pemerintah tetap memperhatikan nasip satwa liar sekarang sudah terbatas habitatnya, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan meninjau ulang izin PT API tersebut," tandasnya.
Informasi dihimpun dari warga sekitar kawasan itu menyebutkan, PT API sudah bergerak melakukan penebangan kayu dan bahkan sudah dikeluarkan melalui Kecamatan Napal Putih, Ketahun, Bengkulu Utara.
Bila memang betul prusahaan dari Jakarta itu sudah melakukan penebangan kayu, namun Amdalnya diduga masih bermasalah akan membawa petaka bagi Provinsi Bengkulu ke depan.
"Untuk memastikan kebenaran itu kami bersama tim akan turun ke lapangan dan bila betul dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas Lebong Kandis sudah dilakukan penebangan, maka akan dilaporkan ke badan pengamanan sawta internasional," ancamnya.
Provinsi Bengkulu secara umum tidak layak menjadi produksi kayu karena sebagain besar kawasan hutannya adalah daerah aliran sungai, dengan tofograpinya berbukit-bukit.
Namun adanya kebijakan mengarah pada sektor ekonomis, maka kayu alam di Bengkulu diberikan izin resmi untuk ditebang meskipun dalam kawasan itu tempat hidup hewan dilindungi.
Kawasan hutan Bengkulu hingga saat ini sebagian besar dirambah mmasyarakat dan dijadikan perkebunan besar swasta, setelah itu diberikan izin resmi untuk diambil kayunya, cukup memprihatinkan, ujarnya.
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Bengkulu Ir Risman Sipayung mengatakan, PT API mendapat Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Alam (IUPHHKA) di Provensi Bengkulu, dengan luas wilayah oprasinya mencapai 33.070 Ha dalam kawasan Hutan Produksi Tetap (HPT).
Perusahaan pengelolah hasil kayu itu nantinya akan menerapkan pola partisipatif yaitu kerja sama dengan masyarakat ada dalam kawasan tersebut.
Disekitar kawasan izin PT API itu saat ini ada belasan desa di antara warganya memiliki lahan dalam kawsan HPT tersebut, mereka tidak dikeluarkan dari kawsan itu, tapi dibina sesuai komitmen tertuang dalam perizinan dikeluarkan pemerintah.
Berbeda dengan pola Hak Pengusahaan Hutan (HPH) sebelumnya, warga hanya sebagai tenaga kerja tidak tetap dan bagi yang terlanjur membuka lahan dalam kawasan perizinan dikeluarkan perusahaan.
Setelah perusahaan itu berjalan dua tahun, maka tim independen akan mengevaluasi kinerjanya perusahaan tersebut, dengan menilai beberapa aspek.
Aspek dinilai tim itu antara lain segi manfaat sosial bagi masyarakat, ekologi dan lingkungan, hukum dan aspek ekonomi produksi, bila sudah terpenuhi, maka bisa diberikan izin operasi berikutnya.
Kawasan seluas 33.070 Ha itu nantinya selain diambil kayunya, juga menjadi percontohan pengelolaan hutan sesuai izin diberikan pemerintah serta bermanfaat bagi masyarakat, terutama disekitar kawasan.
Mengenai produksi, katanya, perusahaan akan menebang kayu berukuran di atas diameter 60 bagi kawasan HPT yang topografinya berbukit-bukit, sedangkan pada wilayah hutan produksi bisa menebang kyu ukuran 50 diameter ke atas, karena lokasinya agak datar.
Produksi kayu dari kawasan PT API tersebut nantinya 70 persen di antar pulaukan dan 30 persen memenuhi kebutuhan kayu lokal. (ANT)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011