• Beranda
  • Berita
  • Menlu paparkan strategi pencegahan penyiksaan dan perlakuan buruk

Menlu paparkan strategi pencegahan penyiksaan dan perlakuan buruk

20 April 2022 16:12 WIB
Menlu paparkan strategi pencegahan penyiksaan dan perlakuan buruk
Tangkapan layar - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam seminar regional virtual yang bertajuk The UN Convention Against Torture: Building Robust Preventive Networks di Jakarta, Rabu (20/4/2022). ANTARA/Juwita Trisna Rahayu/pri.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi memaparkan tiga langkah dalam strategi pencegahan penyiksaan dan perlakuan buruk yang menjadi perhatian hukum internasional.

“Saya ingin membagi tiga poin untuk memperkuat strategi pencegahan kita. Pertama, memperkuat infrastruktur hukum kita,” kata Retno dalam seminar regional virtual yang bertajuk "The UN Convention Against Torture: Building Robust Preventive Networks" di Jakarta, Rabu.

Dia mengatakan banyak negara yang sudah mengakui beratnya larangan penyiksaan dalam konstitusi mereka, termasuk Indonesia.

Untuk itu, kata dia, infrastruktur hukum yang adil dibutuhkan sebagai dasar yang kuat dalam melawan penyiksaan.

Dia menambahkan bahwa negara harus memastikan kapasitas pejabat, kecukupan sumber daya dan kompensasi untuk korban.

“Kemauan politik penting untuk menerjemahkan kata-kata dan komitmen kita ke dalam tindakan,” kata Retno.

Langkah kedua, kata dia, adalah meningkatkan pembangunan kapasitas terhadap penyiksaan.

Dia menjelaskan bahwa setiap negara memiliki kapasitas dan tantangan yang berbeda untuk mencegah dan mengimplementasikan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa terhadap Penyiksaan (UNCAT) secara efektif.

“Tidak ada rumus sapu jagad untuk itu,” katanya.

Karena itu, lanjut Retno, kerja sama antarnegara adalah bagian penting dari filosofi Konvensi terhadap Penyiksaan (CTI) dan seharusnya memungkinkan negara-negara untuk belajar dari keberhasilan negara lain.

“Melalui pembangunan kapasitas dan pelatihan, kita bisa membantu satu sama lain untuk memperkuat pengetahuan dan kapasitas terkait pencegahan penyiksaan. Sesungguhnya, cerita sukses dan praktik yang baik dapat berperan untuk menginspirasi yang lain,” katanya.

Langkah ketiga, kata Retno, adalah memperluas keterlibatan dengan pemangku kepentingan terkait.

Menurut dia, keterlibatan dengan pemangku kepentingan adalah hal yang penting, termasuk dengan lembaga hak asasi manusia (HAM), badan penelitian dan masyarakat sipil, karena mereka dapat memberikan masukan kepada pemerintah untuk meningkatkan langkah-langkah pencegahan nasional.

Dalam seminar tahun ini, Indonesia mendorong seluruh peserta untuk melibatkan badan HAM sebagai bagian dari delegasi mereka.

Indonesia juga secara aktif melibatkan lima lembaga sebagai bagian dari kerja sama untuk pencegahan penyiksaan.

Retno menilai pemberdayaan pemangku kepentingan nasional juga akan memungkinkan mereka untuk membantu penegakan hukum dalam mencegah penyiksaan dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap pemerintah.

Baca juga: Indonesia, Inggris sepakati 'roadmap' kemitraan 2022-2024
Baca juga: Indonesia dan Kanada bahas Presidensi G20, konflik Rusia-Ukraina

Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2022