"Sebagai forum yang fokus pada persoalan lingkungan hidup yang adil dan demokratis yang dapat menjamin hak-hak rakyat atas sumber-sumber kehidupan dan lingkungan hidup yang sehat, maka Walhi menyerukan segera menghentikan operasi pertambangan di wilayah ini," kata Eksekutif Daerah Walhi NTT Herry Naif, di Kupang, Selasa.
Berasas pada visi itu, kata dia Walhi NTT terus berupaya melakukan pendidikan kritis bagi rakyat bahwa hak atas lingkungan hidup adalah hak asasi manusia.
Untuk itu, kata dia perlu dilakukan pengawasan dan monitoring terhadap aktivitas-aktivitas yang berpotensi merusak dan mencemari lingkungan, serta mendorong terciptanya pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang adil dan demokratis.
Sehubungan dengan itu, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) NTT yang selama ini terus melakukan pemantauan atas kondisi ekologi NTT dan menemukan begitu banyak aktifitas yang berpotensi merusak lingkungan, seperti pertambangan, penebangan hutan (destructive logging), penangkapan ikan dengan pemboman yang merusak terumbu karang, serta berbagai aktifitas lain yang dinilai merusak lingkungan.
Bahkan dalam beberapa tahun terakhir arus investasi di Provinsi NTT meningkat pesat, terutama dalam bidang pertambangan.
Sesuai data Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia, di NTT terdapat 56 Ijin Usaha Pertambangan (IUP) yang telah disesuaikan dengan Undang-Undang Pertambangan dan Perataran Pemerintah No: 22 dan 23 2011.
IUP itu terdiri dari 2 IUP yang dikeluarkan gubernur (IUP Provinsi), Satu (1) IUP Kabupaaten Kupang, 14 IUP di Kabupaten Belu, di Alor (9 IUP), Ende (16 IUP), Manggarai (14 IUP).
Tetapi secara faktual, pertambangan hampir telah dilakukan di seluruh kabupaten di NTT misalnya pertambangan mangan (47 IUP) di Kabupaten TTU, Pertambangan emas di kawasan Lai Wanggi Wanggameti (Kabupaten Sumba Timur) dan Kawasan Manupeu Tana Daru (Sumba Tengah).
Berikut pertambangan emas di Batu Gosok, Waning dan Tebedo (Kabupaten Manggarai Barat), Pertambangan Emas di Kabupaten Lembata, Tambang Blok Migas Kolabano yang mencakupi 16 Kecamatan di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) dan 2 Kecamatan di Kabupaten Kupang.
Selain itu, ada 23 IUP di Kabupaten Manggarai, 13 IUP di Kabupaten Manggarai Timur dan 10 IUP di Kabupaten Manggarai Barat.
Selain investasi pertambangan juga telah diinvestasikan konflik bagi masyarakat sekitar tambang, misalnya konflik PT. SMR dengan Obama, Konflik Bakitolas di Kabupaten TTU, konflik PT Fathi Resources dengan warga Umbu Ratunggai di Kabupaten Sumba Tengah. Konflik PT. Istino Mitra Perdana/PT. Arumbai Mangabekti dengan Warga Sirise (Kab. Manggarai), serta kerusakan lingkungan akibat pengerukan yang meninggalkan lubang-lubang besar yang menganga.
Bahkan sudah enam puluhan nyawa tertimbun akibat aktivitas pertambangan mangan di pulau Timor dan Flores (Manggarai).
"Dalam konteks negara, terhitung sejak zaman kolonialisme Belanda ? Indische Mijnwet Staatsblad 1899 Nomor 214, Rezim UU No. 11 tahun 1967 lalu berganti rezim UU Nomor 22 tahun 2001 dan UU No. 4 tahun 2009 ? peraturan dan pengelolaan tambang di Indonesia yang dilakukan pemerintah terbukti tidak mampu mensejahterahkan rakyat," katanya.
"Jangankan naik menjadi negara Industri, sebagai negara berkembang saja justru hutangnya yang terus meningkat hingga mencapai Rp1,700 triliun pada akhir 2010 lalu," katanya lagi. (ANT-084/M008)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011