Dari yang sebelumnya 11 kasus kematian, sehari sebelumnya bertambah satu lagi sehingga sejak Januari hingga 23 April 2022 terdapat 12 kasus kematian di kota pusat keuangan China itu.
Pasien COVID-19 yang meninggal rata-rata berusia 88 tahun, memiliki penyakit bawaan, dan tidak mendapatkan vaksin, demikian otoritas kesehatan Kota Shanghai kepada pers, Sabtu (23/4).
Kota terkaya China itu sedang menghadapi lonjakan kasus terparah, bahkan lebih parah daripada yang terjadi di Wuhan pada awal 2020.
Pada Jumat (22/4), Shanghai melaporkan 2.736 kasus positif baru dan 20.634 kasus tanpa gejala.
Padahal sehari sebelumnya, hanya ada 1.931 kasus baru dan 15.698 kasus tanpa gejala.
Kasus baru tersebut kebanyakan ditemukan di kawasan tertutup, terkontrol, dan terisolasi, demikian diungkapkan otoritas kesehatan Shanghai.
Faktor utama penyebab peningkatan kasus COVID-19 di Shanghai, menurut otoritas setempat, adalah kamar yang kecil dan dapur bersama di beberapa area permukiman lama warga.
Klaster COVID-19 lainnya ada di lokasi proyek pembangunan dan tempat hiburan di kota setingkat provinsi yang berpenduduk 25 juta jiwa itu.
Sejak pertengahan Maret tahun ini, Shanghai memberlakukan penguncian wilayah secara parsial.
Tes PCR secara massal dan vaksinasi juga digencarkan.
Seluruh staf dan pegawai di Konsulat Jenderal RI, Pusat Pameran Dagang Indonesia (ITPC), kantor perwakilan perusahaan swasta dan BUMN Indonesia di Shanghai bekerja dari rumah (WFH) sesuai dengan instruksi otoritas setempat.
Baca juga: Kematian akibat COVID-19 di Shanghai bertambah, 10 dalam dua hari
Baca juga: 100 robot jadi kurir bantu pasien COVID-19 di RS darurat Shanghai
Drone distribusi obat dan pasokan antivirus ke warga Shanghai
Pewarta: M. Irfan Ilmie
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2022