Penurunan kasus aktif harian itu dipengaruhi cakupan vaksinasi nasional yang pada 18 April 2022 mencapai 95,21 persen untuk dosis pertama, dan 78,24 persen untuk dosis kedua.
Selain itu, angka vaksinasi penguat (booster) juga meningkat hingga 15,15 persen yang dipengaruhi prasyarat mudik tanpa tes COVID-19 jika telah mendapatkan booster.
Namun, angka vaksinasi nasional itu belum merata untuk semua provinsi. Terdapat 25 provinsi yang mencatat angka vaksinasi booster di bawah 30 persen pada 17 April 2022.
Upaya pemerintah untuk terus menggenjot angka vaksinasi, terutama dosis ketiga itu, seketika diterpa kabar yang menyatakan Mahkamah Agung (MA) membatalkan Peraturan Presiden Nomor 99 tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease.
Unggahan yang salah satunya muncul di Facebook pada 25 April 2022 itu menyebut MA diklaim telah menyatakan pandemi COVID-19 di Indonesia telah berakhir akibat pembatalan payung hukum program vaksinasi COVID-19 itu.
Berikut narasi yang terdapat pada unggahan itu:
"Pengumuman Penting
Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 31 P/HUM/2022 (sebanyak 115 Halaman), yang telah membatalkan Perpres (Peraturan Presiden) Nomor 99 Tahun 2020, maka disimpulkan bahwa:
1. Pandemi Covid-19 dinyatakan telah berakhir;
2. Negara Dilarang melakukan Pemaksaan Vaksin;
3. Pemerintah Wajib Menyediakan Vaksin Halal & Thoyyib yang mendapatkan Sertifikasi Halal & Label Halal MUI;
4. Aktivitas Ibadah, Sekolah, Transportasi, dan Usaha tidak boleh dibatasi dan berjalan secara normal seperti sediakala.
Berdasarkan Protokol Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) bahwa Aplikasi Peduli Lindungi Melanggar HAM dan tidak boleh dipergunakan lagi."
Namun, benarkah MA telah membatalkan Perpres No. 99/2020 tentang program vaksinasi COVID-19 itu?
Penjelasan:
Merujuk situs Mahkamah Agung terkait Putusan Mahkamah Agung No.31 P/HUM/2022 tidak ditemukan pernyataan yang menyebutkan pandemi COVID-19 dinyatakan berakhir.
Dalam putusan MA itu disimpulkan pemerintah dalam melakukan program vaksinasi COVID-19 di wilayah Republik Indonesia, khususnya dalam menjamin status kehalalan vaksin harus selalu konsisten dan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Klaim aplikasi PeduliLindungi melanggar HAM juga tidak tepat. Berdasarkan berita ANTARA, Menkopolhukam Mahfud MD membantah ada potensi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam penggunaan aplikasi PeduliLindungi.
"Kami membuat program PeduliLindungi justru untuk melindungi rakyat. Nyatanya, kami berhasil mengatasi COVID-19 lebih baik dari Amerika Serikat," kata Mahfud MD dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (22/4).
Dia mengatakan aplikasi PeduliLindungi, yang diluncurkan sejak 2020, telah membantu pemerintah dalam menekan kasus penularan COVID-19.
Dalam keterangan yang sama, dia menjelaskan perlindungan terhadap HAM harus dilakukan secara menyeluruh, yang artinya bukan hanya secara individu, tetapi juga hak kolektif masyarakat.
Klaim: Empat Putusan MA tentang pembatalan vaksinasi
Rating: Hoaks/salah
Cek fakta: Hoaks! Pemerintah melarang berkerumun saat Idul Fitri 2022
Baca juga: Kemenkes: Sinovac bisa sebagai dosis penguat
Baca juga: Hamdan Zoelva: Putusan MA soal vaksin halal wajib dilaksanakan
Pewarta: Tim JACX
Editor: Hanni Sofia
Copyright © ANTARA 2022