"Unit pelaksana teknis daerah perlindungan perempuan dan anak (UPTD PPA) pada saat membuat laporan kepada kepolisian dapat mengajukan restitusi bagi korban, dimana nominal untuk restitusi yang akan dibayarkan oleh pelaku dapat dikoordinasikan dengan pihak LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban). Hak korban ini dilaksanakan setelah adanya penetapan atau putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap," ujar Nahar, melalui siaran pers di Jakarta, Selasa.
Nahar menjelaskan fungsi UPTD PPA akan terus diperkuat sesuai dengan mandat yang diamanahkan dalam UU TPKS, termasuk di antaranya mengawal pemenuhan hak-hak korban dan pendampingan selama proses peradilan.
"UPTD PPA yang baru yang lebih terintegrasi, multiaspek dan lintas fungsi, mensyaratkan perlunya bermitra dengan lembaga terkait, juga perlu adanya satu tim terpadu dari unsur pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, kesehatan dan sosial dalam pemulihan para korban, khususnya terkait penyediaan layanan jaminan sosial dalam bentuk jaminan kesehatan dan bantuan sosial lainnya sesuai dengan kebutuhan," katanya.
Nahar mencontohkan kasus kekerasan seksual di Bandung, Jawa Barat, dimana akhirnya hakim memutuskan bahwa pelaku wajib membayar restitusi terhadap 13 korbannya dengan nominal yang berbeda-beda sesuai kebutuhan masing-masing anak, berdasarkan hasil asesmen yang dilakukan LPSK.
"UU TPKS ini mengingatkan kita semua yang berkutat pada isu perempuan dan anak untuk memastikan hak-hak korban diperhatikan. Pengajuan restitusi terhadap pelaku wajib dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, karena restitusi itu adalah hak korban. Jadi dari pihak UPTD PPA bisa mengusulkan, nanti pihak hakim di pengadilan yang akan memutuskan," ujarnya.
Undang-Undang TPKS saat ini masih menunggu proses akhir penomoran dari Sekretariat Negara untuk bisa menjadi berkas negara yang berkekuatan hukum. Prinsip yang dipakai dalam proses penyelidikan terhadap pelaku adalah delik aduan, kecuali korban dan pelakunya berstatus anak. Jenis pidana yang dijatuhkan juga berlapis, yaitu pidana pokok, pidana tambahan, pidana pemberatan dan denda bagi pelaku.
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2022