Indonesia upayakan stabilitas harga lada dunia

23 November 2011 20:35 WIB
Indonesia upayakan stabilitas harga lada dunia
Gusmardi Bustami (FOTO ANTARA)

Ada sejumlah importir lada Eropa yang sudah mendatangi petani di Kalimantan.

Mataram (ANTARA News) - Indonesia bersama Komunitas Lada Internasional (IPC) berupaya menjaga stabilitas harga lada di pasar dunia dengan mengusahakan agar pasokan seimbang dengan kebutuhan, sehingga para petani dapat menikmati nilai produk rempah tersebut.

"Selain menjaga stabilitas harga dan produksi, kita juga mengupayakan peningkatan kualitas produk lada agar bisa memenuhi keinginan konsumen yang terus menuntut kualitas dan keamanan pangan," kata Gusmardi Bustami, Chairman International Pepper Community (IPC) yang juga Dirjen Kerjasama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan kepada ANTARA di Mataram, Rabu.

Untuk menjaga stabilitas harga, IPC yang berkantor di Jakarta menginformasikan harga lada di pasar internasional kepada para petani yang tersebar di Indonesia melalui layanan pesan singkat (SMS) telepon selular.

"Dengan begitu petani mengetahui perkembangan harga di pasar ekspor, sehingga tidak bisa dipermainkan oleh pedagang," katanya.

Sementara peningkatan kualitas produk lada dilakukan dengan berbagai upaya antara lain dengan mengadakan pelatihan cara budidaya yang baik (good agricultural practice) bagi petani, mulai dari pembibitan, penggunaan pupuk non-kimia, penanganan hama dan penyakit tanaman, dan lain-lain.

Untuk meningkatkan pertumbuhan pasar, IPC turut melakukan promosi dagang serta melakukan penelitian pasar.

Pada Oktober 2011 harga lada dunia menyentuh harga tertinggi Rp68.000 per kg untuk lada hitam asal Lampung dan Rp90.000/kg untuk lada putih dari Bangka, dan saat ini harga turun menjadi Rp60.000/kg untuk lada hitam dan Rp80.000/kg untuk lada putih.

Dibandingkan tahun lalu, harga terakhir tersebut lebih tinggi 66 persen untuk lada putih dan 33 persen untuk lada hitam.

Di pasar New York, AS, harga lada hitam mencapai 8.000 dolar AS per ton (sekitar (Rp72 juta per ton) dan Rp12.350 dolar AS (Rp111 juta) per ton untuk lada putih.

Menurut Gusmardi Bustami, kenaikan harga tersebut terjadi karena adanya penurunan pasokan di hampir seluruh negara produsen lada dunia, sebaagai dampak dari kondisi iklim yang tidak menentu. IPC bersama negara-negara produsen lada berupaya merumuskan strategi untuk mengatasi penurunan produksi tersebut, baik di tingkat produksi maupun pemasaran.

Produsen utama lada dunia antara lain Indonesia, Brasil, Malaysia, Sri Lanka, India dan Vietnam. Sedangkan pasar utama antara lain Amerika Serikat, Jerman, Belanda, Jepang dan Singapura.

Produksi lada dunia tahun 2010 mencapai 330.000 ton.

Produksi lada Indonesia dominan diekspor dan hanya sedikit yang dikonsumsi di dalam negeri. Ekspor lada Indonesia pada 2010 mencapai 63.000 ribu ton senilai 246juta dolar AS, meningkat sekitar 24 persen dibanding ekspor tahun 2009 sebesar 51.000 ton senilai 140 juta dolar AS.

Produksi lada Indonesia sempat menurun akibat perubahan iklim, penyakit, dan tanaman yang sudah tua, terutama di daerah Lampung.

Indonesia, kata Gusmardi, terus melakukan perluasan lahan pertanian lada, terutama di kawasan Kalimantan.

"Ada sejumlah importir lada Eropa yang sudah mendatangi petani di Kalimantan," katanya.

Negara produsen lada dunia bekerjasama untuk menjaga keseimbangan pasokan dan permintaan lada dunia, untuk menjaga stabilitas harga, karena pertumuhan permintaan lada dunia hanya sekitar 5 persen per tahun.

"Kita harus hati-hati, jangan sampai pasokan jauh melebihi permintaan, harga bisa jatuh, dan petani akan menjerit," katanya.

Selama lima hari pada 22-26 November 2011, komunitas lada dunia, baik produsen maupun eksportir dan importir, mengadakan pertemuan di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). Pertemuan tersebut dibuka oleh Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi, Selasa (22/11).

Pada kesempatan itu Bayu Krisnamurthi menyatakan bahwa pasar lada dunia akan terus berkembang, sehingga para pemangku kepentingan agar memanfaatkannya dengan baik.

Sementara itu Sekda Provinsi NTB H Muhammad Nur menyatakan bahwa NTB berpotensi untuk pengembangan lada. Dan saat ini petani di NTB sudah mulai menanam lada, walaupun produksnya masih kecil.

"Saya berharap agar investor bersedia menanamkan modalnya untuk pengembangan lada di NTB. Pemerintah Daerah akan mendukung," katanya.


Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2011