"Hepatitis akut berat ini tidak dikaitkan dengan vaksin COVID-19. Karena sebagian besar dari kasus yang muncul saat ini belum divaksin. Justru belum divaksin karena kebanyakan adalah anak di bawah umur enam tahun," kata Ketua Unit Kerja Koordinasi (UKK) Gastro-Hepatologi IDAI Dr dr Muzal Kadim, SpA(K) dalam wawancara dengan media yang diikuti virtual dari Jakarta, Sabtu.
Bahkan, ujarnya, kasus yang ditemukan di Inggris terdapat pasien yang berusia di bawah dua tahun, menjadikan mereka belum mendapatkan vaksin COVID-19.
Baca juga: Menko PMK: Waspadai hoaks hepatitis akut dikaitkan vaksin COVID-19
Terkait isu hubungan hepatitis akut dengan COVID-19, ia mengatakan bahwa memang hal itu masih dalam kategori dugaan apakah kejadian tersebut terjadi secara bersamaan (coincidence) atau sebagai penyebab langsung.
"Itu masih merupakan dugaan karena selama ini COVID-19 tidak pernah menimbulkan gejala seperti yang hepatitis akut berat ini," ujarnya.
Terkadang terjadi kasus di mana terjadi secara bersamaan di mana pasien ditemukan memiliki virus SARS-CoV-2 dan adenovirus, yang diduga menyebabkan hepatitis akut bergejala berat tersebut.
"Sampai saat ini WHO dan beberapa negara masih melakukan investigasi penyebab pastinya," tuturnya.
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan menyatakan telah meningkatkan kewaspadaan setelah Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) menyatakan kasus hepatitis akut yang menyerang anak-anak di beberapa negara sebagai kejadian luar biasa (KLB) pada 15 April 2022.
Di Indonesia, tiga pasien anak meninggal dunia saat dirawat di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta dengan dugaan hepatitis akut yang belum diketahui penyebabnya hingga 30 April 2022.
Baca juga: Pakar kesehatan: Survailens perlu dilakukan pada hepatitis misterius
Baca juga: Pemerintah lakukan penyelidikan epidemiologi antisipasi hepatitis akut
Baca juga: Ahli kesehatan: KLB hepatitis misterius belum tentu menjadi pandemi
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2022