Tapi, yang tidak diketahui adalah minum di kala kita makan ternyata dapat menimbulkan gangguan perut dan pencernaan yang menyebabkan peningkatan insulin sehingga memicu lebih banyak lemak yang terbentuk.
"Kebanyakan orang minum air sambil makan.Teorinya adalah hal itu membuat makanan turun ke perut lebih cepat.Tetapi orang -orang tak tahu kalau ini keliru dan hal ini buruk untuk sistem pencernaan mereka" Ujar Shonali Sabherwal, konselor Makrobiotik asal India seperti dikutip dari timesofindia.
Shonali menjelaskan, minum sambil makan dapat mengganggu sistem pencernaan dan menyebabkan peningkatan insulin secara signifikan.
Bagi orang yang mengalami gangguan pencernaan, akibat buruknya lebih banyak lagi.
"Perut kita memiliki kemampuan untuk mengetahui kapan kita akan makan. Perut segera mengeluarkan cairan pencerna.Jika anda mulai minum air pada saat yang sama, berarti anda menghilangkan cairan pencerna itu sehingga akhirnya mengganggu pekerjaan sistem pencernaan," lanjut Shonali.
"Karena cairan pencerna bercampur dengan air, konsentrasi substansi kini menjadi lebih pekat ketimbang kandungan makanan di perut.Hal itu menyebabkan kurangnya cairan lambung untuk didiskresikan mencerna makanan.Sebagai hasilnya, makanan yang tidak tercerna akan masuk ke dalam sistem karena akan diserap oleh dinding perut.Hal ini akan menyebabkan turunnya asam dan sensasi rasa panas di jantung ," Kata Shonali.
Minum sambil makan juga dapat memicu meningkatnya tingkat insulin. Semakin banyak insulin yang dikeluarkan dalam aliran darah, maka semakin tinggi tubuh menyimpan lemak.
Guna mencegah banyak minum selama makan, Shonali memberikan beberapa saran, seperti jangan makan makanan yang terlalu asin atau dapat menyebabkan haus dan cobalah makan dengan perlahan.
Penelitian menunjukan bahwa meminum sedikit air selama makan bukanlah masalah besar, tetapi meminum segelas atau dua gelas lebih air dapat menganggu pencernaan.
"Hal terbaik adalah meminum air sebelum dan sekitar dua jam setelah makan karena hal itu membantu dalam menyerap zat gizi," ujar para peneliti.
(yud)
Penerjemah:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011