• Beranda
  • Berita
  • Balai Karantina Hewan : NTT masih bebas dari PMK

Balai Karantina Hewan : NTT masih bebas dari PMK

13 Mei 2022 12:43 WIB
Balai Karantina Hewan : NTT masih bebas dari PMK
Sejumlah ekor sapi ditampung di kadang milik Karantina Hewan Kupang sebelum dikirim ke ke daerah tujuan di Kupang, NTT,Selasa (10/5/2022). .ANTARA FOTO/Kornelis Kaha.

Saat ini masih nol kasus PMK di NTT.

Balai Karantina Hewan Nusa Tenggara Timur menyatakan bahwa hewan ternak NTT masih aman atau bebas dari penyakit mulut dan kuku (PMK).

"Saat ini masih nol kasus PMK di NTT," kata Kepala Balai Karantina Hewan NTT Yulius Umbu H saat dihubungi dari Kupang, Jumat.

Menurut dia, untuk mencegah jangan sampai ada kasus PMK di NTT, pemerintah NTT harus mengeluarkan larangan masuk bahan makanan yang bersumber dari daging dan susu dengan menerbitkan instruksi gubernur.

Baca juga: Dua kabupaten di Kalbar ada suspek penyakit mulut dan kuku ternak

Kini ujar dia, draft instruksi gubernur sudah ada tinggal menunggu tanda tangan dari Gubernur NTT Viktor B Laiskodat.

Kasus PMK ini ujar dia jangan dianggap remeh, karena dampaknya akan sangat luas bagi masyarakat di NTT yang mempunyai budaya sosial yang bergantung pada hewan dalam acara-acara adat.

Ia mengatakan sambil menunggu instruksi tersebut keluar, pihaknya bekerja sama dengan dinas terkait melakukan sidak di sejumlah pusat perbelanjaan yang menjual berbagai makanan kemasan daging yang dikirim dari daerah tertular.

Seperti  dari Jawa Timur serta dari Kalimantan yang kini juga sudah menutup pintu masuk bagi hewan ternak yang dikirim.

"Untuk mengantisipasi penyebaran PMK,petugas karantina dan Dinas Peternakan juga melakukan pemeriksaan kesehatan sapi-sapi untuk memastikan kesehatan sapi-sapi yang ada di NTT," tambah dia.

Baca juga: Pemerintah perlu perhatikan khusus peternakan rakyat terkait PMK

Sementara itu ahli kesehatan hewan NTT, Maria Geong mengimbau Gubernur NTT Viktor B Laiskodat untuk tidak ragu mengeluarkan instruksi penutupan penerimaan hewan dari daerah wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) hewan.

"Tidak boleh ada keragu-raguan untuk melindungi sumber daya hayati yang memiliki manfaat ekonomi, sosial dan budaya yang sangat tinggi," katanya pada Selasa (10/5) lalu.

Menurut dia acuan aturan untuk menutup wilayah dari daerah terjangkit kembali kepada otonomi daerah karena penyakit ini sangat infeksius dan wabah yang perlu diantisipasi.

Mantan Wakil Bupati Manggarai Barat itu mengatakan hal ini perlu dilakukan, karena NTT adalah daerah pemasok sapi. Selain itu juga budaya dan adat istiadat di provinsi ini selalu dikaitkan dengan hewan ternak.

"Jangan sampai NTT sebagai plasma nutfah sapi ongole tertular dan punah jika terserang penyakit itu," tambah dia.

 

Pewarta: Kornelis Kaha
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2022