• Beranda
  • Berita
  • Konsultan: Konsep rumah RISHA bisa diadopsi oleh pengembang properti

Konsultan: Konsep rumah RISHA bisa diadopsi oleh pengembang properti

13 Mei 2022 13:07 WIB
Konsultan: Konsep rumah RISHA bisa diadopsi oleh pengembang properti
Ilustrasi - Deretan Rumah Instan Sederhana Sehat (RISHA). (ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho)
Konsultan properti Knight Frank Indonesia menilai konsep rumah tahan gempa RISHA atau Rumah Instan Sederhana Sehat dapat diadopsi oleh pengembang properti dalam mengembangkan kawasan hunian di wilayah dengan risiko bencana gempa bumi.

"Value material, struktur dan desain tahan gempa dari konsep RISHA ini dapat dijadikan sebagai poin adaptasi yang dapat adopsi oleh para pelaku properti dalam mengembangkan kawasan hunian di wilayah dengan risiko gempa bumi," ujar Senior Research Advisor Knight Frank Indonesia Syarifah Syaukat kepada Antara di Jakarta, Jumat.

Menurut dia, inovasi sangat dibutuhkan untuk memastikan bahwa hunian tidak hanya menjadi shelter atau tempat perlindungan bagi penghuninya dari hujan dan panas matahari, tetapi juga dari bencana alam, seperti gempa.

RISHA atau Rumah Instan Sederhana Sehat adalah salah satu model bangunan yang dikenalkan oleh Kementerian PUPR sebagai bangunan/rumah tahan gempa, dengan teknologi knock down dengan berkerangka baja ringan.

Secara geografis, Indonesia berada di antara 3 lempeng benua (Australia, Eurasia dan Pasifik) di wilayah rekahan dunia ini tersambung dengan jalur cincin api dunia, terutama dibagian Barat Pulau Sumatera dan Selatan Pulau Jawa, serta sebagian Pulau Sulawesi dan Maluku.

Jalur cincin api adalah jalur gempa dunia. Dengan demikian, gempa bumi menjadi salah satu fenomena alam yang perlu dikenali dan diantisipasi dalam pembangunan di Indonesia, terutama di jalur berisiko gempa (jalur cincin api).

"Industri properti yang berkembang tidak terlepas dari tantangan fisik wilayah Indonesia, diantaranya keterbatasan wilayah yang berisiko gempa. Menurut Badan Geologi Kementerian ESDM terjadi sebanyak 26 destructive earthquake (gempa bumi yang merusak) sepanjang tahun 2021, angka tersebut merupakan jumlah tertinggi sepanjang 20 tahun belakangan," kata Syarifah Saukat.

Dia menjelaskan bahwa adaptasi bencana dari sektor properti dapat diwujudkan diantaranya melalui upaya pengembangan bangunan di wilayah dengan risiko bencana sedang-rendah perlu mengikuti rambu yang ada, diantaranya mengikuti prosedur bangunan tahan bencana melalui sertifikat bangunan tahan bencana.

Selain itu, sebagai upaya pengurangan risiko bencana, juga perlu disiapkan instrumen asuransi bangunan dari risiko bencana.

"Konsepsi bangunan tahan gempa, adalah salah satu rambu yang perlu dikenali oleh pengembang dalam membangun kawasan hunian.

Dengan mengenali fisik wilayah yang akan dikembangkan, umumnya pengembang akan menggali keterbatasan fisik wilayah dan mengantisipasinya dalam wujud inovasi desain hunian dan infrastruktur lingkungan," kata Senior Research Advisor Knight Frank Indonesia tersebut.

Syarifah Syaukat juga menambahkan bahwa pada dasarnya menjadikan bangunan tahan gempa dikenali dan diminati oleh masyarakat, menjadi tanggung jawab bersama dari seluruh pemangku kepentingan dalam sektor properti.

Pemangku kepentingan memiliki tanggung jawab dalam proses edukasi masyarakat untuk beradaptasi terhadap bencana, dalam hal ini khususnya memahami karakter bangunan yang dibutuhkan di kawasan dengan risiko bencana/gempa.

Pewarta: Aji Cakti
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2022