• Beranda
  • Berita
  • BMKG: Kepulauan Sunda kecil terjadi tsunami lebih dari 22 kali

BMKG: Kepulauan Sunda kecil terjadi tsunami lebih dari 22 kali

14 Mei 2022 00:28 WIB
BMKG: Kepulauan Sunda kecil terjadi tsunami lebih dari 22 kali
Tangkapan layar Koordinator Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono dalam ruang diskusi PRBBK Inklusif disiarkan secara daring di Jakarta, Jumat (13/5/2022). ANTARA/Devi Nindy.

Profil pantai di NTT yang curam juga memicu terjadinya longsoran dan memicu tsunami.

Koordinator Mitigasi Gempabumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono mengatakan wilayah Kepulauan Sunda kecil meliputi Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur telah terjadi tsunami lebih dari 22 kali.

Daryono dalam ruang diskusi PRBBK Inklusif disiarkan secara daring di Jakarta, Jumat (13/5), mengatakan bahwa kejadian tsunami terhitung sejak 1600-an, dan paling banyak terjadi akibat guncangan gempa di sesar naik Flores.

"Jika lihat dari sumber gempa yang di selatan, megathrust itu, ternyata lebih galak, sumber gempa di utara NTT," ujar dia.

Dikatakan pula bahwa rentetan titik gempa di utara Bali, Lombok, Sumbawa, Bima, Manggarai, Flores, adalah deretan sumber gempa aktif yang patut diwaspadai.

Misalnya, pada sumber gempa sesar Flores yang bisa memicu tsunami yang hebat di Bulukumba pada tahun 1820.

Gempa yang terjadi pada tanggal 29 Desember berkekuatan 7,5 berpusat di laut Flores mengguncang NTB, NTT, dan Sulawesi. Gempa itu memicu tsunami di beberapa daerah, seperti NTB, NTT, Sumenep, hingga Pantai Selatan Sulawesi.

Gempa terasa lama sampai 5 menit hingga tsunami setinggi 25 meter menyapu Pelabuhan Bulukumba dan merendam daratan 300—450 meter serta menewaskan 500 orang.

Subduksi dari megathrust Sumba pada tanggal 19 Agustus 1977 memicu gempa berkekuatan 8,3 yang menimbulkan korban jiwa 158 orang dan lebih dari 1.000 orang hilang.

Ia mengatakan bahwa tsunami yang sebagai silent killer karena tsunami itu tidak ada gempanya terjadi di Waiteba pada tanggal 18 Juli 1979. Hal ini memicu tsunami setinggi 7—9 meter. Menurut keterangan Gubernur Ben Mboi, tercatat 539 orang meninggal dan 364 orang hilang.

"Profil pantai di NTT yang curam juga memicu terjadinya longsoran dan memicu tsunami," kata Daryono.

Selanjutnya, tsunami Flores pada tanggal 12 Desember 1992 menyebabkan kerusakan parah di Flores Timur. Korban meninggal lebih dari 2.500 orang. Hal ini terjadi akibat longsoran di dasar laut

Pada tanggal 14 Desember 2021 terjadi gempa signifikan M 7,4. Namun, kata dia, pada saat itu terjadi tsunami kecil karena patahan mendatar.

"Pada saat itu sistem kami mengeluarkan warning tsunami dan ternyata benar, tsunami kecil terjadi di pantai utara Manggarai dan laut Flores Timur. Kalau dicek datanya tsunami di Marapokot 7 cm dan di daerah Reo juga," ujar Daryono.

Namun, bila saat itu patahannya naik, menurut dia, tsunami di NTT dengan kekuatan seperti pada tahun 1992 dapat terjadi kembali.

Baca juga: BMKG prakirakan gempa NTT berpotensi picu tsunami lebih dari 3 meter

Baca juga: BMKG: NTT miliki dua generator gempa jadikan wilayah rawan tsunami

Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022