Protes pertama dilayangkan oleh Ketua Sukabumi Lawyers Club AA Brata Soedirdja Sabtu, yang mengatakan tindakan kekerasan Kajari dengan cara memukul dan pencengkraman muka aktivis mahasiswa yang tengah berorasi pada Hari Anti Korupsi Internasional tidak bisa dibenarkan.
"Seharusnya sebagai pejabat publik Kajari bisa menahan emosinya dan tidak melakukan tindakan kekerasan seperti itu karena bisa menodai lembaga kejaksaan," katanya.
Menurutnya, aksi yang dilakukan Kajari tersebut adalah tindak kepanikan yang bersangkutan dalam menghadapi aksi para aktivis penggiat korupsi. Seharusnya, sebagai pejabat publik bisa memberikan contoh dan bisa meyakinkan masyarakat bahwa lembaga yang dipimpinnya bisa memberantas korupsi.
"Maka dari itu kami mengimbau kepada Kajari Sukabumi agar meminta maaf secara terbuka melalui media cetak maupun elektronik kepada mahasiswa," tambahnya.
Sementara, aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Jawa Barat Angga Prawira mengatakan, meminta maaf saja tidak cukup, Kajari Sukabumi harus bertanggung jawab atas kasus kekerasan yang dilakukan olehnya kepada para mahasiswa yang tengah berorasi dan berunjuk rasa.
"Tindakan seorang Kajari Sukabumi di muka umum sangat memalukan, kami pun menuntut kepada Zainul Djafrin untuk mundur dari jabatannya karena tidak bisa mengerjakan tugasnya dengan baik, bahkan banyak kasus korupsi di Kota Sukabumi yang tidak tuntas-tuntas," kata Angga.
Selain itu, kepada pihak kepolisian, pihaknya menuntut agar kasus ini segera diusut karena rekan-rekan dari mahasiswa yang menjadi korban kekerasan Kajari sudah melaporkan kasus ini.
Sementara, Ketua Forum Rakyat Miskin Bersatu (FRMB) Sukabumi, Tatan Kustandi menambahkan, Kajari Sukabumi sangat tidak kooperatif bahkan dirinya menyebut "banci", karena tidak berani mengakui kesalahannya.
"Padahal kekerasan yang dilakukannya sudah terbukti selain dari rekaman foto dan kamera wartawan, aksi tersebut juga terekam oleh kamera salah seorang mahasiswa," tambahnya.
Sebelumnya, Kejari Sukabumi Zainul Djafrin telah meminta maaf atas kasus kekerasan yang dilakukannya kepada mahasiswa saat berunjuk rasa di halaman kantornya.
Diakuinya, dirinya merasa khilaf karena adanya ejekan dari mahasiswa.
"Saya meminta maaf baik atas kelembagaan maupun pribadi atas kasus yang terjadi Kamis, (8/12), tetapi untuk permintaan mundur tidak bisa dipenuhi karena untuk masalah mutasi sudah ada yang mengaturnya, karena kami bukanlah lembaga politik," demikian Zainul. (ADR/M027)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011