"Kontribusi termurah dan paling efisien untuk (mencapai) kemandirian yang lebih besar adalah konsumsi energi yang lebih sedikit," ujar Menteri Urusan Ekonomi dan Aksi Iklim Jerman Robert Habeck saat mengemukakan rencana itu pada Selasa (17/5).
Jika pengiriman gas dari Rusia menuju Jerman dihentikan, industri dan rumah tangga di negara itu akan kekurangan 2 hingga 12 miliar meter kubik gas pada musim dingin mendatang, tergantung pada cuaca, menurut Aurora Energy Research, lembaga konsultan energi yang berbasis di Berlin.
"Musim dingin yang akan datang merupakan fase kritis," tutur Casimir Lorenz, pakar dari Aurora. Namun, hal itu kemungkinan akan berlangsung hingga 2027 atau 2028 sebelum Jerman dan Uni Eropa (UE) tidak lagi khawatir kekurangan gas.
Didorong oleh melonjaknya harga energi dan bahan bakar kendaraan bermotor, inflasi di Jerman naik menjadi 7,4 persen, rekor tertinggi dalam 40 tahun terakhir, pada April. Angka inflasi di zona Euro bahkan tercatat lebih tinggi, yakni 7,5 persen.
Setelah pemerintah Jerman baru-baru ini menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahunannya menjadi 2,2 persen, Komisi Eropa pada Senin (16/5) melakukan hal serupa dan memangkas proyeksi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) 2022 Jerman dari 4 persen menjadi 2,7 persen, dan menaikkan tingkat inflasi yang diproyeksikan menjadi 6,1 persen dari 3,5 persen.
"Risiko terhadap perekonomian Eropa akibat gangguan pasokan komoditas energi tetap sangat tinggi," kata Kepala Eksekutif Federasi Industri Jerman (Bundesverband der Deutschen Industrie/BDI) Joachim Lang, sembari memperingatkan bahwa gangguan ekspor gas Rusia akan "menghambat pertumbuhan di Eropa dan mengantarkan EU ke jurang resesi."
Pewarta: Xinhua
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2022