• Beranda
  • Berita
  • Budayawan: GPDRR momentum kampanye mitigasi berbasis kearifan lokal

Budayawan: GPDRR momentum kampanye mitigasi berbasis kearifan lokal

19 Mei 2022 16:41 WIB
Budayawan: GPDRR momentum kampanye mitigasi berbasis kearifan lokal
Ilustrasi- Sejumlah peserta mitigasi bencana mempraktekan cara mengetuk kentongan atau alat penanda bahaya jika sewaktu-waktu terjadi situasi darurat. Kegiatan itu di gelar Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (LPP RRI) Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (29/8/2019). ANTARA/Moh Ridwan
Budayawan Provinsi Sulawesi Tengah Iksam Djorimi mengatakan Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) harus menjadi momentum kampanye mitigasi berbasis kearifan lokal sebagai upaya pengurangan risiko bencana di Tanah Air.
 
"Upaya untuk mengadopsi mitigasi berbasis kearifan lokal oleh pemerintah memang ada, tapi belum sepenuhnya hanya di tingkat pusat saja sedangkan daerah belum terlaksana" kata Iksam di Palu, Kamis.
 
Ia menjelaskan, dari sudut pandang budaya maupun keadatan sudah memberikan contoh jelas mengenai mitigasi yang dilakukan warga sesuai kebiasaan mereka secara turun temurun.

Baca juga: GPDRR diharapkan dorong pendidikan kebencanaan di Indonesia
 
Salah satu konsep mitigasi berbasis lokal, yakni dengan cara menyiapkan Gampiri atau lumbung pangan pada setiap desa yang ada di seluruh daerah kekuasaan kerajaan-kerajaan di wilayah Sulteng.
 
Mendirikan Gampiri atau lumbung pangan, bertujuan untuk mengantisipasi krisis pangan yang sewaktu-waktu bisa terjadi, seperti halnya saat berlangsungnya pandemi diseluruh belahan dunia.
 
"Sekarang lumbung pangan yang tersisa hanya ada di daerah wisata adat di Kabupaten Sigi. Lumbung ini besar fungsinya saat pemerintah menerapkan kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Artinya, stok pangan mereka masih sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari," tutur Iksam.

Baca juga: Guru Besar: Pengurangan risiko bencana perlu dengan kearifan lokal
 
Ia mengemukakan, salah satu pesan mitigasi yang sudah umum di kalangan masyarakat setempat yakni mengenai larangan keluar atau turun dari rumah saat terjadinya gempa bumi.
 
"Salah satu alasan kenapa rumah para tetua tempo dulu adalah rumah panggung, karena memang dinilai aman sebab konstruksi rumah-rumah saat itu semuanya menggunakan kayu," ucap Iksam.

Ia menambahkan, mitigasi berbasis kearifan lokal terdapat tiga poin penting yang turun-temurun menjadi sandaran dalam mengatur kehidupan bermasyarakat yakni menjaga hubungan manusia dan pencipta, serta hubungan manusia dan alam.

Baca juga: Pakar: Kearifan lokal penanggulangan bencana dapat dimodifikasi
 
"Makna tiga pesan ini sangat filosofis. Bagaimana manusia memperbaiki atau menjaga keimanannya kepada pencipta. Lalu, bagaimana manusia mengelola lingkungan hidup dengan bijak dan Arif, bukan merusak," demikian Iksam.

Pewarta: Mohamad Ridwan/Muhammad Izfaldi
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2022