"Sepanjang sejarah, candi Prambanan terus menghadapi bencana besar. Namun, karena upaya kolaboratif orang-orang, candi telah bertahan menghadapi tantangan dan bahkan tumbuh signifikansinya," kata Johnny dalam Gala Dinner bersama Delegasi DEWG G20 di Candi Prambanan, Sleman, Yogyakarta, dikutip Kamis.
Dia kemudian menjelaskan, Indonesia memiliki ratusan candi yang indah. Dua candi paling terkenal yakni Candi Borobudur yang merupakan candi Budha dan Candi Prambanan yang merupakan candi Hindu.
Menurut dia, keberadaan kedua candi yang berdekatan itu menunjukkan bahwa setiap komunitas agama berbeda di Indonesia dapat hidup berdampingan secara harmonis.
Dia juga mengatakan, keberadaan candi di Indonesia bukan hanya warisan karya budaya semata, namun menjadi bukti ketahanan bangsa Indonesia dalam menghadapi tantangan zaman.
“Banyaknya candi-candi di Indonesia bukan hanya pemandangan untuk dilihat tetapi juga memiliki sejarah besar di balik setiap pembangunan dan pemugaran berkelanjutan,” katanya.
Candi Prambanan dibangun pada masa pemerintahan Raja Rakai Pikatan sekitar tahun 830 Masehi. Johnny mengisahkan, penerus Raja Rakai Pikatan terus membangun dan mengambangkan kompleks di sekitar Candi Prambanan.
Namun, seiring berjalannya waktu, konflik dan bencana melanda dan menyebabkan candi itu ditinggalkan sekitar abad ke-10 Masehi. Namun, lanjutnya, candi tersebut tetap bertahan.
Sejak ditemukan kembali pada awal tahun 1700-an, Candi Prambanan juga terus menghadapi tantangan. Berbagai upaya restorasi telah dilakukan pemerintah, masyarakat, dan berbagai lembaga. Adapun proyek restorasi terbaru dilakukan pada tahun 2009 setelah gempa Yogyakarta.
"Kami berharap melalui masa kepresidenan tahun ini, kami juga dapat bertahan dan tumbuh melalui masa-masa sulit ini dan pada akhirnya Recover Together, Recover Stronger,” ujar Johnny.
Baca juga: Menkominfo ajak delegasi G20 nikmati kuliner lokal
Baca juga: Kemenperin apresiasi Kominfo bagikan "set top box" buatan Indonesia
Baca juga: Masyarakat diimbau tetap waspada meski bisa lepas masker
Pewarta: Suci Nurhaliza
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2022