• Beranda
  • Berita
  • Finalis Puteri Indonesia 2022 didorong advokasi isu perempuan dan anak

Finalis Puteri Indonesia 2022 didorong advokasi isu perempuan dan anak

24 Mei 2022 17:30 WIB
Finalis Puteri Indonesia 2022 didorong advokasi isu perempuan dan anak
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga (tengah) memberikan sambutan pada Acara Pembekalan Finalis Puteri Indonesia 2022. ANTARA/ HO-Kemen PPPA.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga mengajak 44 Finalis Puteri Indonesia 2022 untuk dapat terlibat dalam menyelesaikan permasalahan perempuan dan anak di Indonesia.

"Upaya menumbuhkan kesadaran pada semua pihak perlu dilakukan terus menerus dan berkelanjutan. Kita masih harus menghadapi perempuan yang tidak tahu dirinya mengalami kekerasan, bahkan menyembunyikannya karena dinilai aib. Oleh karena itu, sosialisasi sangat penting. Terima kasih pada putri-putri yang sudah turun ikut menerangkan kepada masyarakat tentang bahaya kekerasan seksual," kata Menteri PPPA melalui siaran pers di Jakarta, Selasa.

Baca juga: KPK ajak finalis Puteri Indonesia kampanyekan antikorupsi

Menteri PPPA meminta para finalis untuk turut mengadvokasi dan sosialisasi mengenai isu perempuan dan anak ke masyarakat, menyuarakan kebijakan di daerah yang belum menjamin perlindungan perempuan dan anak serta melakukan sinergi dan kolaborasi dengan pihak-pihak terkait.

Menurut dia, nilai-nilai patriarki yang mengakar kuat masih membuat perempuan dari segala usia mengalami ketimpangan dalam mengakses dan mengontrol sumber daya, berpartisipasi dalam pembangunan dan menerima manfaat pembangunan dalam berbagai bidang.

Perempuan masih mengalami stereotype, diskriminasi, marginalisasi, subordinasi, bahkan kekerasan. "Berbagai hal tersebut membuat kelompok perempuan secara umum masih tertinggal dari laki-laki, padahal memiliki potensi dan kekuatan yang sama," katanya.

Menteri PPPA menuturkan beberapa ketimpangan yang masih dirasakan perempuan, antara lain Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan yang masih terpaut jauh dari laki-laki, hampir 30 persen.

Perempuan juga lebih banyak bekerja di sektor informal dibandingkan laki-laki yang seringkali tidak memiliki standar upah layak serta tidak tersambung dengan jaring pengaman sosial.

Baca juga: Rata-rata perempuan hanya lulusan SD

Baca juga: Menteri PPPA apresiasi media yang selalu beritakan kekerasan seksual


"Prevalensi kekerasan terhadap perempuan dan anak, apalagi anak perempuan juga masih sangat memprihatinkan," ujar Bintang.

Dari segi pendidikan, masyarakat cenderung memilih menghentikan pendidikan anak perempuan ketimbang anak laki-laki karena diberikan tanggung jawab untuk mengurus rumah tangga atau bahkan dikawinkan.

Berdasarkan data BPS Tahun 2018, sekitar 1 dari 9 perempuan berumur 20-24 tahun menikah pada usia anak atau sebelum 18 tahun.

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022